Belanda, Sang Penakluk Alam

9:38 AM zakiul fahmi van jailani van hamzah van abdullah 0 Comments

 BELANDA SANG PENAKLUK ALAM
By : Zakiul Fahmi Jailani
                Alohaaa ... Pada tau gak ternyata Belanda juga pernah dijajah lho. Namun bedanya, Belanda dijajah oleh alam. Serius guys, faktanya 50% dari total wilayah negara kompeni ini terletak satu meter di bawah permukaan laut. Sebagian besar wilayahnya ‘dicaplok’ dan terjajah oleh air. Sehingga, banjir di Belanda berpotensi menghapus eksistensi kehidupan masyarakat Belanda dan memakan korban jiwa yang banyak sekali. Waduw, ngeri ya.
                Nah karena itulah bangsa Belanda tahu sekali cara mengatasi air. Jika ada yang bertanya siapa orang yang mampu melawan keganasan alam, maka jawabannya adalah : Dutch!!! alias orang-orang Belanda.

PERJALANAN PANJANG MELAWAN ALAM
                Guys, wilayah daratan Belanda berada di ujung utara benua Eropa yang disana bersemayam seorang dewa yang telah terkenal akan temperamennya. Hehe. Namanya : laut utara. Nenek moyang orang Belanda tidak punya pilihan lain karena laut ini terletak di daerah strategis dan hasil perikanan nya sangat melimpah. Mau tidak mau Mereka pun menetap disana dan mulai pedekate dengan laut utara yang ganas.
                Singkatnya, akhirnya nenek moyang orang Belanda membangun ini :




Sumber gambar : http://www.jqjacobs.net/archaeo/images/seip_t.jpg
 






               
Itu adalah sistem pertahanan pertama Belanda terhadap air berupa gundukan tanah. Disini Mereka tinggal dan beraktifitas tanpa takut disentuh oleh air pasang. Namun, air laut utara yang pasang yang merangsek diantara celah-celah gundukan tanah tersebut sedikit demi sedikit mengikis gundukan-gundukan tanah kecil dan pada akhirnya pertahanan itu roboh juga oleh erosi.
 Orang Belanda memikirkan cara lain dan pada akhirnya lahirlah sistem pertahanan air generasi kedua yang lebih efektif yaitu : tanggul. Ini adalah tanggul primitif pertama dan kira-kira gambarnya seperti ini :

Sumber Gambar : http://www.citg.tudelft.nl/uploads/RTEmagicC_VanDerPal_PolderConcept.jpg.jpg
     Tanggul ini dibangun dengan dinding-dinding sehingga mencegah air masuk kedalam wilayah Mereka dan menjaga tanah tetap kering. Daerah-daerah yang dapat Mereka lindungi dari serangan air laut utara semakin luas dengan tanggul ini. Seiring berjalannya waktu, benteng ini jebol juga oleh kekuatan air yang meresap dan membuat lemah struktur dasarnya. Sehingga, lambat laun air kembali menggenangi wilayah yang Mereka proteksi dan mau tidak mau bangsa Belanda harus mencari cara untuk mengusir genangan air tersebut.
                Di masa itulah Belanda memperkenalkan sebuah penemuan terbesar Mereka sepanjang sejarah : kincir angin. Fungsinya adalah mengangkat keluar air yang ada didalam wilayah pertahanan dengan cara memanfaatkan keganasan hembusan ganas angin laut utara kemudian ditangkap oleh kincir angin yang menggerakkan gerigi-gerigi besar di dalamnya dan tenaganya di gunakan untuk memompa air laut resapan kembali keluar dari tanah Mereka. Tapi satu kincir angin hanya mampu memompa air keluar dari wilayah yang dekat dan kecil sementara air yang masuk sangat deras dan jauh ke sisi terdalam. Tapi tenang saja, nenek moyang Belanda pun sudah memikirkan jalan keluarnya. Solusinya persis seperti gambar dibawah ini:


Sumber Gambar : http://www.iamexpat.nl/app/webroot/upload/files/Topics/Expat-page/Survival-kit/windmill_23.png
 
               
Untuk mengusir air laut dari daerah-daerah pelosok dan jauh, beberapa kincir angin di bangun berderetan untuk mengeringkan air di seluruh wilayah Mereka secara beruntun. Kini di era modern, kincir angin digantikan oleh mesin pompa air yang lebih efektif dan efisien seperti gambar di bawah ini :


Sumber Gambar : http://www.burnham-on-sea.com/news/2014/flood-pumps-dunball-1.jpg
 














ZUIDERZEEWERKEN
Ternyata duet tanggul dan kincir angin tidak juga mampu mengatasi keganasan laut utara. Apalagi jika marahnya sedang memuncak, tanggul-tanggul itu jebol dan air bah tidak segan-segan mengubah wajah kota-kota besar Belanda sekelas Amsterdam dan Rotterdam  hanya dalam waktu satu malam saja. Contohnya adalah banjir St. Lucia pada tanggal 14 Desember 1287 yang menyisakan korban hingga 80.000 orang dan banjir tanggal 1 Februari 1953 dengan korban berjumlah 1.836. Oleh karena itulah Belanda membangun mega proyeknya yang disebut dengan Zuiderzee yang dicetuskan oleh bapak Cornelis Lely. Ini adalah rangkaian proyek yang mencakup sistem bendungan, saluran air dan reklamasi tanah.
                Pada tau Zuiderzee gak sih? Ini nih salahsatu keajaiban dunia modern. Bendungan Zuiderzee ini menahan laju air laut utara yang dibangun sepanjang 32 km, sehingga mampu menahan keganasan air laut di sebelah utara sementara laut di sisi dalam bendungan menjadi jauh lebih ‘kalem’. Hehe. Pokoknya udah kayak mukjizat nabi Musa aja : membelah lautan. Tidak hanya menahan laju air laut yang ganas, Zuiderzee ini juga merupakan proyek untuk membuat pulau-pulau baru yang berada di bagian laut yang ‘kalem’ tadi.
                Dengan berhasilnya proyek Zuiderzee ini, pada tahun-tahun berikutnya Belanda membangun lebih banyak lagi bendungan diantara pulau-pulau Mereka yang terpisah-pisah. Hingga menyisakan tinggal satu lagi ruang besar sepanjang 9 kilometer diantara pulau Schouwen-Duiveland dan Noord-Beveland. Seperti biasa, Belanda berencana memakai cara lama dengan membangun bendungan besar tertutup untuk menahan laju air laut.
Tapi untuk pertama kalinya dalam sejarah, masyarakat Belanda tidak setuju dengan insinyur Mereka dan menolak pembangunan bendungan ini. Alasannya, karena dengan pembangunan bendungan ini, maka akan mencegah masuknya ikan dari laut lepas dan pada akhirnya memukul industri perikanan lokal . Pembangunan yang sedang berjalan dihentikan sementara dan akhirnya muncul para insinyur-insinyur Belanda generasi baru memberi satu solusi bernama yaitu Bendungan berpintu bernama : Oosterscheldekering. Bendungan ini pada waktu biasa akan selalu terbuka dan hanya akan ditutup ketika badai datang dan tinggi air laut meningkat yang dianggap membahayakan penduduk Belanda.


               









Sumber Gambar : http://imtech.com/NL/ICT/Technical-Systems/TS-Referenties/Oosterscheldekering/TS-Oosterscheldekering.jpg?hid=img;mxw=470;mxh=300
 









                Masalah yang sama juga terjadi dekat lalu lalang kapal laut tersibuk di Eropa : pelabuhan Rotterdam. Insinyur Belanda harus memikirkan cara bagaimana air laut utara yang ganas dapat dibendung ketika waktunya namun juga dapat dilalui oleh kapal laut ketika cuaca cerah. Mereka kemudian membangun sebuah bendungan yang dapat bergeser yang diberi nama :  Maeslantkering.

Sumber Gambar : http://oceans.mit.edu/wp-content/uploads/Maeslantkering-Barrier.jpg
                Seiring berjalannya waktu dan berubahnya iklim dunia, Belanda khawatir air masih akan tetap keras kepala berusaha menaklukkan Belanda. Oleh karena itulah para insinyur Belanda sudah mempersiapkan skenario terburuk di masa depan. Salahsatu strategi perang Belanda melawan air yang paling terkini adalah sebuah rencana yang disebut dengan Room for the River. Inti dari rencana ini adalah mengizinkan air laut masuk dan menggenangi beberapa daerah yang telah di siapkan ketika air bah memuncak namun air ini tetap tidak akan membahayakan. Walau sempat ditentang oleh masyarakat karena melawan paradigma perlawanan terhadap air selama ribuan tahun, namun proyek ini berjalan juga pada akhirnya.

http://www.waterfrontcenter.org/Awards/Awards2011/RiverWaal4.jpg
                Bisa jadi Belanda hanya tinggal nama suatu hari di masa depan nanti karena disapu gelombang air, tapi insinyur-insinyur Belanda pasti tidak akan tinggal diam. Mereka adalah penantang sejati alam dan selama ini Mereka tidak pernah terkalahkan.

0 comments:

School for Nation Leader,

(1) School for Nation Leader : Efek Kupu-Kupu

4:48 AM zakiul fahmi van jailani van hamzah van abdullah 0 Comments

Efek kupu-kupu. Aku berkenalan dengan teori ini dari karya tangan seorang penulis bernama Herry Nurdi di kolom majalah Sabili, dulu saat Aku masih di bangku SMP. Saat itu Aku terkagum-kagum membaca tulisan beliau tersebut dan di banyak kesempatan teori ini benar-benar berlaku padaku. Teori ini juga yang membuatku selalu bersyukur pada ilahi : Aku bersekolah di pesantren Dayah Jeumala Amal di kabupaten pidie jaya yang baru terbentuk, Aku adalah seorang anak SMP kurus yang hidup di daerah yang baru saja di terjang Tsunami dan nyaris tidak bisa keluar dari konflik kemanusiaan berkepanjangan selama 30 tahun bahkan lebih. Hanya mimpi dan harapan serta bantuan Allah, yang membuatku tetap hidup dan bermimpi menapaki jalan yang jauh meski keadaan sekitar yang tidak menyetujui.
  Efek kupu-kupu, sama miripnya dengan efek domino dimana dengan sentuhan kecil saja pada batu pertama, maka akan membuat kekacauan yang luar biasa kepada batu-batu lain yang berdiri berjejer didekatnya. Efek kupu-kupu pun bunyinya persis seperti itu, satu kepak sayap kecil kupu-kupu di hutan Amazon jauh di pedalaman Brazil, mampu menciptakan sebuah tornado besar di New York, Amerika.
Perjalananku menuju Bogor pun begitu. Aku tak akan mendapatkan info tentang acara School for Nation Leader (SNL) ini jika tanpa ada kepakan sayap kupu-kupu yang dihembuskan sukarela oleh teman-temanku dan dari berbagai usaha serta kejadian lain yang mengiringi. Aku bisa saja menolak posisi-posisi yang diberikan, sehingga aku tidak akan berkenalan dengan orang-orang aktif progressif dan inspirasional. Aku bisa saja memilih untuk tidak berani bermimpi jauh, berjalan di jalanan para mahasiswa umumnya, namun aku memilih sebaliknya. Aku bertanya-tanya benarkah keputusanku selama ini, dan SNL adalah salahsatu jawabannya. # # # Forum Indonesia Muda, KAMMI, HMI, BEM SI, adalah beberapa nama forum pergerakan mahasiswa di Indonesia yang Aku selalu ingin menjadi bagian darinya, maka tambahkan satu lagi : School for Nation Leader, sebuah forum mahasiswa yang memiliki visi apa pupuk terbaik yang akan diberikan pada ide dan usaha ini lalu kemudian akan Kami petik bunganya pada tahun 2045 nanti, tepat pada peringatan seabad kemerdekaan Indonesia. Kesan pertama ku terhadap SNL ini jika ku rangkum dalam satu kalimat adalah : calon keluarga baru yang hangat. Maka saat pertama kali panitia meminta Kami yang lolos pada pelatihan ini untuk mengirimkan sms kesediaan apakah bisa mengikuti acara full selama 7 hari, maka Aku pun langsung membalas sms tersebut dengan antusias.
Sejak aku sekolah di pesantren Dayah Jeumala Amal Lueng Putu Pidie Jaya, aku mendapat banyak sekali teman-teman baru yang terangkum dalam sebuah keluarga baru. Tapi calon keluarga baru di SNL ini berbeda. Kita tidak pernah bertemu sebelumnya tapi kita sudah akrab duluan. Hal tersebut sangat mungkin terjadi di zaman informasi seperti ini yang mampu mendekatkan yang jauh, merapatkan yang dekat. Terutama melalui alat sosial media bernama WhatsApp, jauh hari sebelum waktu pertemuan, kami sudah saling memperkenalkan diri, mendo'akan teman yang ujian dan sidang, mak comblang-mak comblangan, menagih makanan daerah masing-masing, hingga mendo'akan anggota keluarga dari peserta lain yang sedang sakit. Aku pun ikut berkontribusi positif dengan menghubungi empat orang peserta asal Jogja melalui WhatsApp. Aku mengajak Mereka untuk berangkat bersama-sama ke Bogor dan respon Mereka sangat positif dan tentu saja mau. Hasilnya, kami bertiga dari jogja ditambah satu peserta dari Solo berangkat bersama-sama naik Kereta Api ekonomi gajahwong jurusan Lempuyangan dan turun di Jatinegara, Jakarta.
Aku mungkin bukan orang yang mudah berkomunikasi dengan orang baru, tapi dengan satu usaha kecil ini, semoga bisa menjadi satu kontribusi untuk merekatkan ukhuwwah kami keluarga baru SNL. Dan tentu saja, melalui acara ini akan ada kepakan-kepakan kecil sayap kupu-kupu lainnya yang akan mengubah hidupku membawaku keliling dunia. Ammiinnn

0 comments:

Aceh,

(6) Darussalam to 'Darussalam' : Ekonomi Kreatif

8:17 PM zakiul fahmi van jailani van hamzah van abdullah 0 Comments

Sudah menjadi salahsatu kebiasaan, bagi seorang anak perantauan setelah atau ketika waktu kelulusannya sudah semakin mendekati, mereka merasakan keresahan. Terutama keresahan bagaimana akan mengarungi derasnya arus tantangan lautan dunia yang luas dengan terputusnya beasiswa dari orangtua. Sebagai keturunan bangsa Aceh, keresahan itu menjadi berlipat ganda pada angka eksponensial karena kualitas sumber daya manusia Aceh yang sangat rendah sehingga sulit ketika bersaing dengan orang lain pada tingkat nasional. Satu-satunya cara lain adalah dengan pulang kembali ke Aceh dan berkarir disana. Namun, masalah lain telah menunggu, tidak adanya lapangan pekerjaan.
Ternyata fakta mengiriskan ini belum berubah sejak puluhan tahun yang lalu. Setidaknya itu yang tergambar ketika Saya beberapa kali mengunjungi rumah salahsatu orangtua Aceh di Yogyakarta bernama pak Adrian. Beliau adalah seorang sarjana ahli kulit yang telah lama tinggal, bekerja dan bahkan menikah dengan wanita Yogyakarta. Beliau bercerita, dulu saat pertama lulus kuliah, seperti kebanyakan mahasiswa asal Aceh di luar daerah beliau langsung pulang ke tanoh indatu untuk bekerja dan memberi kontribusi untuk Aceh. 







Namun, pak Adrian harus dikecewakan karena keahlian beliau belum bisa berbuat banyak di Aceh. Yang beliau dengar adalah lagu lama : tidak ada lapangan pekerjaan. Lantas beliau pun memutuskan untuk kembali ke Jogja dan sampai saat ini berkarir sebagai ahli kulit di kota Malioboro.
Pengalaman yang berbeda di alami oleh beberapa teman saya yang setelah lulus dari studi di Jogja ataupun di daerah lain di pulau Jawa, harus dipaksa oleh waktu untuk pulang ke Aceh. Alsannya biasa : daripada terluntang-lantung di negeri orang, lebih baik menangis darah di tanah kelahiran sendiri meniti karir melakukan apa saja yang bisa dilakukan.
Ketersediaan lapangan pekerjaan, kualitas

0 comments: