2015,

(1) IOAA 2015 : Unexpected Journey

11:30 PM zakiul fahmi van jailani van hamzah van abdullah 0 Comments

  “Bila kamu tak tahan lelahnya belajar, maka kamu akan menanggung perihnya kebodohan.”
-Imam Syafi’i-
 Mungkin benar apa yang dikatakan oleh imam Syafi'i bahwa Jika kamu tidak tahan penatnya belajar, maka kamu akan menanggung perihnya kebodohan. Ini pula yang aku rasakan di hari pertama menjadi Liasion Officer di IOAA 2015. IOAA 2015 sendiri adalah kepanjangan dari International Olympiad on Astronomyc and Astrophysics. Ini adalah perhelatan ke-9 dan Indonesia mendapat keistimewaan dengan mengadakannya untuk kedua kalinya setelah Bandung di tahun 2008 pernah menjadi tuan rumah.
     
   Pada awalnya, IOAA 2015 akan diadakan di Bangladesh. Namun, karena negara asal Muhammad Yunus ini tidak siap, maka kemudian di akhir 2014 diputuskan Indonesia lah yang akan mengambil alih perhelatan olimpiade internasional astronomi tingkat SMA ini. Proses perekrutan volunteer dilakukan jauh sebelum tanggal pelaksanaan yaitu tanggal 26 Juli hingga 4 Agustus 2015. Aku sendiri mendaftarkan diri di bulan April, ketika saat itu belum terlalu sibuk dengan skripsi. Alhamdulillah Aku diterima menjadi salah satu Volunteer setelah harus mengunggah video introduction ke Youtube dan wawancara via video call Skype, semua dalam bahasa inggris.
   Beberapa bulan setelah April, aku mendapat kabar bahwa aku lolos dan secara resmi dimasukkan dalam grup Whatsapp Volunteer. Tapi sayangnya, saat itu aku sedang kesusahan mengerjakan skripsi dan ketika tanggal acara sudah semakin dekat, aku antara ragu akan datang atau tidak ke acara tersebut. Setelah beberapa kali berpikir, akhirnya aku memutuskan untuk tetap berangkat dan baru akan mulai mempelajari semua yang berkaitan dengan IOAA 2015 ini pada tanggal 25 Juli, sehari sebelum keberangkatan. Apalagi ini masih dalam suasana idul fitri. Aku dan teman-teman masih memiliki beberapa rumah lagi yang ingin dikunjungi untuk menyambung silaturahmi.

   Tapi, aku hampir saja tidak berangkat. Ketika itu, tanggal 24 Juli malam. Aku mendapat sebuah pesan whatsapp menanyakan perihal persiapan untuk keberangkatan ke IOAA 2015 besok.
"Besok?", Aku bertanya padanya. Sebut saja namanya tuyip.
"Bukannya tanggal 26?", aku tanya lagi.
"Besok!!!!", jawabnya lagi.
Aku tambah bingung. Besok, aku baru akan merangkum semua informasi IOAA 2015 melalui email dan pesan-pesan di Whatsapp Group. Malam itu, mengabaikan panggilan azan Isya, aku bergegas pulang dan menyiapkan segalanya yang diperlukan, dan yang terpenting adalah dresscode. Besok, aku berangkat. Terima kasih untuk tuyip, by the way. ^_____^
#                #                             #
   Persiapan yang mendadak, tidak pernah bercengkerama sesama volunteer di grup whatsapp semakin membenarkan perkataan imam Syafi'i seperti yang aku kutip diatas tadi. Sejak menginjakkan kaki di bandara Adisucipto, perjalanan ke hotel Puri Asri di Magelang hingga briefing di sore hari dan survei lapangan di Borobudur, tampaknya, hanya aku volunteer yang tidak tahu-menahu tentang detil acara IOAA 2015 ini. Aku belum melaksanakan hal yang paling krusial sekalipun, yaitu mengirimkan email perkenalan kepada para delegates yang akan aku layani selama sepuluh hari di Magelang. Sejujurnya, delegates mana saja yang ada dibawah pelayananku pun aku masih tidak tahu. Yang aku tahu cuma Iran doang, itupun setelah di beritahu oleh tuyip. Emangnya aku tugasnya seperti apa sih? Itu saja aku tidah tahu, benar-benar parah deh pokoknya.
   Pada akhirnya aku belajar sedikit demi sedikit dan bertanya kesana-sini. Akhirnya aku tahu bahwa tugasku di event internasional ini adalah menjadi LIASION OFFICER for OBSERVER untuk lima orang, yaitu 3 dari Iran, 1 dari Polandia dan 1 dari Portugal.
   Tapi tetap saja, aku merasa bersalah dan merasa bahwa aku tidak pantas berada disini, mengingat volunteer yang lain sudah berkontribusi banyak sementara skor untukku masih 0. Belum lagi fasilitas yang kami dapatkan di hotel ini sangat mewah : kamar hotel bintang 5 hingga makanan buffet yang mewah. Itulah mengapa, ketika pukul 02.00 Wib pagi seorang makhluk sebut saja haras membangunkanku tiba-tiba mengatakan bahwa aku ditugaskan oleh mbak inel ke Semarang.
   Tanpa banyak tanya, aku pun bangun cepat-cepat, mandi air hangat, dan bergegas menerima tantangan selanjutnya : SEMARANG, untuk menebus keteledoranku.

#       #         #
   Aku pernah mendapatkan oxford dictionary dari ustad/pak guru ku di dayah (pesantren) dulu di masa SMP, kemudian aku juga pernah menjadi juara 1 pidato bahasa inggris sekotamadya dulu di masa SMA. Tapi, itu semua hanyalah kemampuan bahasa inggris diatas kertas, tidak ada istimewanya, plus semua itu sudah berlalu di masa lampau. Sebelum berangkat ke IOAA 2015 ini, aku selalu khawatir dengan pengalamanku saat masih duduk di kelas satu SMA. Saat itu aku lolos menjadi salah satu dari 50 besar kontestan suatu acara English yang disiarkan oleh TVRI. Tapi aku tidak lolos ke tahap selanjutnya karena pada saat wawancara-yang disiarkan TVRI-aku tidak bisa menjawab. Pertanyaannya saja aku tidak mengerti, apalagi untuk menjawab. Sejak saat itu, aku menyadari bahwa listening and speaking ability ku masih jauh di bawah kemampuan rata-rata. Sejak saat itu pula, speaking becoming my arch-enemy, tapi sebaliknya film dan musik dalam bahasa inggris menemaniku menambah perbendaharaan vocabularies dan membantuku melatih pronunciaton.
   Setelah sekian tahun berlalu, sekarang, aku berdiri di depan arrival gate di bandara Ahmad Yani Semarang yang kecil dan sumpek ini menunggui kedatangan rombongan bulek dari berbagai negara. Dengan mata yang masih mengantuk karena kurang tidur semalam, jetlag perjalanan Magelang-Semarang, aku berdiri gugup akan berhadapan dengan ketakutanku selama ini. Tapi beruntung, aku tidak sendiri. Membersamaiku adalah sebut saja namanya affa. Calon dokter dari UNS Solo yang memiliki kemampuan manajemen yang mengagumkan. Dari dia, aku belajar banyak. Pertama-tama dia yang menyambut, aku hanya memperhatikan dan kemudian di kesempatan berikutnya, aku yang akan menyambut delegasi-delegasi yang datang pada jam-jam berikutnya. Jika dilihat dari kejauhan, kira-kira 500 meter gitu, aku hanya menjadi pengekornya saja. Berdiri diam di samping atau di belakangnya sesekali berbicara jika dianggap penting. Aku tidak terlalu banyak membantu juga kecuali melengkapi keberaniannya yang tidak lengkap. Oh iya, disini kami bertemu dengan beberapa orang dari lembaga pariwisata yang ditunjuk oleh pemerintah untuk membantu menyambut delegasi. Mereka adalah, sebut saja mbak kicu, mbak imat, pak irosab dan mas amat dari Jakarta serta nafra yang datang membantu di hari terakhir. Selama tiga hari itulah kami menangani kedatangan delegasi-delegasi dari 41 negara.





0 comments: