Masa Lalu

[hari ke-2] VISIT MEDAN 2010 : HORAS!!! DAN LAKEI TUBA

9:10 AM zakiul fahmi van jailani van hamzah van abdullah 1 Comments


17 april 2010


  Hufff, setelah malam yang dingin, akhirnya, subuh hari ini Medan menyambut kedatangan Kami. Tapi, tak ada sebenarnya betul-betul sebuah penyambutan untuk Kami.
          Shubuh hari di Medan sama seperti di Aceh : Azan tetap berkumandang, dan jamaah tetap hanya 2 baris. 1 baris untuk manula dan baris kedua diisi oleh Aku yang terlambat masuk dan seorang bocah kurus berpakaian koko dan shalatnya terkantuk-kantuk.  Selain itu, masih saja sama untuk cara shalatnya, 2 rakaat, ya iyalah gak mungkin beda kan???. Kemudian, zikirnya juga masih sama, La Ilahaillallah plus gelengan kepala. Pada bagian ini, Aku serta merta keluar karena alasan yang hanya akan kujawab jika Anda menanyakannya langsung padaku.
                Walau sama, tapi Aku yakin warga disini merasa berbeda. Apalagi, shaf wanita yang dipenuhi oleh muka-muka remaja yang berseri karena telah sampai di negeri POLTAK SI RAJA MINYAK.
                Selain shalat, Kami mandi disini, karena Kami tak akan check in di hotel manapun dan juga Kami tak diperbolehkan mandi di danau Toba. So, tempat satu-satunya mandi adalah di masjid. Maksudku, di kamar mandinya masjid. Selama mandi, Aku terus mengucapkan syukur didalam hatiku. Karena, masjid telah menjadi tempat mandi gratis bagi para turis. Coba bayangkan, jika daerah yang Kami datangi tak ada masjidnya, sudah pasti Kami tak mandi. Kecuali

minta izin pada pemerintah kota medan untuk mandi di air mancur kota.
                Mandi selesai dengan mulus karena semua memakai sabun. Sementara itu, orang yang paling telat selesai mandi adlah Iqbal.
                Didalam bus, teman-teman semua, termasuk Aku tampak berseri-seri wajahnya, karena membayangkan danau Toba semakin dekat batang hidungnya. Tapi, diluar dugaan, Tour Guide Kami tak memberitahu Kami bahwa Danau Toba masih jauh adanya. Wajah-wajah yang tadinya berseri, kini berangsur-angsur kusam dan bahkan beberapa ada yang tertidur. Itulah orang-orang yang pertandanya sering tidur setelah shalat shubuh dirumah.
    
          Kecuali itu, hanya dua orang yang kulihat sangat bersemangat, saking bersemangatnya, Mereka tidak duduk, artinya mereka berdiri, memandang keluar depan dan keluar samping jendela bus. Mereka berdua adalah Yuni Rahmadhani dan Hanif Fatwana. Aku tak heran jika Mereka seperti itu karena, sudah kukatakan padamu terlebih dahulu teman, perjalanan ini sangat istimewa bagi Kami. Tapi, mungkin super istimewa bagi dua orang tadi.
   Mereka terus saja berdiri tanpa memperdulikanku yang secara de facto dan de jure berada tepat sangat pada bangku kedua dari belakang dan sangat terganggu pandanganku oleh mereka berdua. Mereka terus berdiri, dan aku kira mereka terus saja berdiri dari dimulainya perjalanan sampai cerita ini terus berlanjut. Aku dan pasanganku, Fahmi kemudian mulai curiga bahwa mungkin Mereka tidak kebagian tempat duduk, atau mungkin tempat duduk Mereka sudah di akali atau, mungkiiin ada sesuatu yang terjadi pada p****t Mereka. (Maaf, badan sensor bertugas menyensor kata-kata yang tidak pantas).
        Sepanjang perjalanan, ada suatu hal baru yang paling dicari-cari oleh sebagian dari Kami yang tidak tidur, yaitu BABI. Babi adalah hal yang sangat populer di Medan dan di kalangan Kami turis yang sangat hati-hati dengan makanan yang mengandung Babi. Belakangan, Kami tahu bahwa Babi di Medan dan mungkin didaerah-daerah lain memiliki nama samaran yang cukup keren : B1.

HORAS LAKEI TUBA
                Matahari tak lagi bersembunyi di ufuk sana. ‘RUMAH MAKAN MUSLIM’, begitulah tempat yang kami masuki ini. tempat ini persis berada tepat didepan gerbang masuk LAKE TOBA yang diatasnya tertulis ‘TERNYATA DAMAI ITU INDAH’.
                Kata-kata itu membuat heran beberapa orang dalam rombongan Kami. Aku juga sedikit heran, lantas karena Aceh saja, negeri Endatu Kami, yang telah berkonflik selama berpuluh-puluh tahun, mulai dari Portugis, Belanda, Jepang sampai presiden RI Megawati, pernah Kami buat bingung dan menyerah, termasuk yang paling parah adalah Belanda yang gara-gara berperang dengan Kami, Mereka bangkrut dan terpaksa angkat kaki dari negeri Kami. Aceh saja, yang telah mengecap asam-garam pahitnya berada dalam perang dan cinta, tak ada satupun semboyan-semboyan semisal ‘TERNYATA DAMAI ITU INDAH’ sampai sekrang, atau mungkin barangkali belum pernah kulihat. Tapi, yang pasti, ada semboyan-semboyan yang mirip dengan itu, itupun kubaca pada beberapa pamflet atau iklan-iklan besar dijalanan, dan yang pastinya,

dibawahnya ada promosi dari dinas terkait, atau foto-foto pimpinan daerah yang sedang menerbangkan merpati putih keatas langit.
                Yup, menu pagi ini cukup istimewa bagi Kami, ya, hanya bagi Kami berdua saja, Aku dan Fahmi. Pertama, setelah tempat duduk bersama teman-teman lain tidak kami dapatkan, Kami lantas duduk di meja paling depan, yang setengah bagian dari meja tersebut biasanya digunakan oleh pemilik restoran untuk meletakkan koran-koran bekas, atau remot kontrol tv, maka pada pagi ini, setengah meja lainnya adalah tempat makan Kami. Selain itu, tepat diatas meja tersebut ada TV yang sedang menayangkan program kartun hari minggu.
                Kedua, makanan Kami pada pagi ini sama semua, nasi putih dengan ikan yang enak rasanya. Yang berbeda mungkin hanya pada minuman saja. Awalnya, Aku hanya ingin sama semua dengan teman yang lainnya, yaitu teh, karena teh baik untuk perut pada keadaan pagi hari. Tapi, lantas Fahmi mengajakku untuk minum cappucino panas, akupun meng-iyakannya tanpa berpikir panjang.  Setelah minuman dihidangkan, barulah ada perasaan sedikit kecewa pada diri Kami berdua, namun perasaan kecewa itu Kami ekspresikan dengan ketawa-ketiwi saja. Perlu kukatakan padamu semua teman, Cappucino pagi di sini dan di Banda Aceh, adalah hal yang mutlak berbeda, walau kemasan sachet-nya sama, tapi ada perbedaan yang mendalam yang hanya bisa Kami rasakan, dan tak bisa Kami jelaskan pada mu semua, hanya satu hal yang pasti, cappucino panas disini, harus diminum cepat-cepat, karena sebentar lagi rombongan akan pergi, dan rombongan tak akan menunggu Kita hanya untuk menghabiskan satu gelas cappucino panas.
                Selesai makan, Kami semua siap menuju Lake Toba. Sebenarnya, ada nama baru yang disematkan teman-temanku pada LAKE TOBA ini, kata-kata itu kami definiskan dalam bahasa Aceh : LAKEI TUBA yang artinya MINTA RACUN dalam bahasa Aceh. LAKEI TUBA sendiri kami tertawakan sampai detik ini setiap kali Kami melihat tulisan LAKE TOBA dimana-mana, termasuk dibaju-baju yang Kami beli di pulau Samosir dan Brastagi.
Dalam perjalanan keluar dari warung nasi, beberapa teman, bahkan bu guru pun tersangkut di tempat penjualan kacamata. Aku pun heran, apa ada yang istimewa dari kacamata-kacamata keren itu??? Bukankah kacamata itu juga dapat kita dapatkan di Banda Aceh sana??? Pertanyaan itu tak pernah kujawab dan kupertanyakan, karena jika kulakukan, pastilah Mereka semua tak akan meminjamkan kacamata itu padaku nanti ketika berpose manis didepan kamera.
NAIK KAPAL PESIAR
Kami sampai ditepi LAKEI TUBA, disana telah menunggu sebuah kapal laut penyeberang yang berlantai dua. Seperti biasa, semboyan layiknya ‘ladies first’, membuat manusia berjenis kelamin perempuan telah menang lagi, Mereka dengan cepat naik ke atas lantai dua, tanpa menyisakan satu bangku pun untuk Kami kaum Adam.
Sebenarnya telah berkali-kali pula kaum hawa di kelas Kami memanfaatkan FEMINISME ada keadaan tertentu. Dan, FEMINISME itu telah berada batas yang tidak wajar, karena Ia menjadikan wanta pada derajat yang sangat tinggi, sehingga menginjak-injak kaum lelaki.
Keadaan ini sudah sangat sering diperingatkan oleh wali kelas Kami, bu Yusrina Asda. Satu contoh yang diberikan guru sejarah Islam Kami tersebut adalah ketika Bencana menghadang, persepsi wanita adalah wanitalah yang harus diselamatkan dahulu. Ketika memasuki dunia profesi, menjadi buruh kasar seperti kuli bangunan dan pilot pohon kelapa, adalah sepenuhnya menjadi profesi yang’harus’ditekuni oleh laki-laki. Mungkin keadaan seperti itu belum ccukup menggambarkan bagaimana FEMINISME berlebihan yang dihembuskan oleh dunia barat. Tapi, yang pasti, lanjut bu Yusrina Asda, ketika pekerjaan seperti mengangkat barang-barang berat di kelas Kami, atau dikelas yang lain, para wanita dengan sekejap mundur seraya berkata : ‘Itu tugas lelaki’. Memang benar itu tugas lelaki, tapi, yang parahnya, barang yang tidak terlalu berat pun ‘diberat-beratkan’ oleh pemahaman Feminisme dan berkata : ‘hanya lelaki yang mampu melakukannya’, biarlah Kami hanya memuji kaum Lelaki yang berjuang disana.
Kembali ke pengembaraan Kami, kapal pesiar terus melaju. Disapu angin sejuk LAKEI TUBA, diiringi suara kapal yang baru kudengar, dan pemandangan laut dari dekat, menjadikanku sangat senang telah bergabung dalam pengembaraan kali ini. Aku tidak sendiri ketika kukatakan dengan berbisik bahwa baru kali ini Aku naik kapal laut, karena sebenarnya Syukur juga belum pernah sama seperti Aku, berbisik ketika mengatakannnya. Karena jika hal ini sampai terdengar, ada suara-suara nyaring yang mengatakan : Betapa kolotnya Kamu wahai anak Sugar Garden???
Tujuan Kami sebenarnya adalah Pulau Samosir, pulau kecil yang terletak di tengah-tengah LAKEI TUBA. Namun, sebelumnya Kami singgah di suatu tempat yang menampakkan batu melayang. Batunya tampak dengan jelas. Ada yang aneh dengannya Karena kami lihat ada muka anak perempuan disitu, berambut panjang dan seperti ada batu berbentuk anjing yang menempel padanya.
“Gadis itu dijodohkan, Ia tak mau, lalu lari, kemudian bunuh diri lompat dari jurang”, begitulah kira-kira ringkasan dari apa yang dikatakan oleh ‘anak sailor man’. Ia pandai mengemudikan sebuah kapal laut, dan tak bisa kupungkiri Ia juga pandai meyakinkan Kami yang baru datang ini dengan kata-katanya. Karena kulihat banyak sekali expresi-expresi yang mengutuki ayah si gadis yang telah menjodohkan si gadis pada tua bangka kaya LandLord. Kecuali Aku, Aku tidak percaya begitu saja apa yang dikatakan, bahkan sampai saat ini Aku hanya melihat batu tersebut hanyalah bongkahan batu biasa yang mengalami erupsi, dan tak lekang-lekang karena ikatannya dengan tebing sangatlah kuat walau gravitasi senilai 10 m/s2 menariknya. Tak ada sampai saat ini orang yang sudi menjelaskan, yang mana wajah sigadis, yang mana rambutnya, yang mana tubuhnya, yang mana tangannya, dan dengan apa kakinya tersangkut sehingga Ia tak bisa turun sampai beratus-ratus tahunnya lamanya. Dalam hati ku berkata, seandainya Aku tahu dan mampu, mungkin Aku akan mengajak Anda para pembaca untuk membantunya turun disitu, sudah dari generasi ke generasi Ia diitonton, ironis nian bukan???
Nah, kembali berjalanlah kapal pesiar Kami, kini ketika Kami sedang duduk bersama di bagian hidung kapal, datang 2 orang anak Medan, berpakaian olahraga, memakai sepatu dan salah satunya terlihat memasang seng atap rumah sebagai anting-anting ditelinganya. Awalnya aku yang duduk di tangga naik ke lantai 2 biasa-biasa saja, tak memperhatikan mereka. Tapi, kemudian Mereka minta izin padaku untuk naik kelantai 2. what??? Ngapain??? Diatas kan Cuma ada wanita-wanita berjilbab yang jarang disukai oleh anak-anak remaja Medan??? Tapi, kemudian, Aku melanjutkan menikmati panorama indah sekitaran Lake Toba...!!! hingga akhirnya terdengar sayup-sayup nyanyian 2 anak medan tadi yang mengusik telinga Kami yang tak pernah Kami dengar dan Kami dapatkan sebelumnya...!!! nyanyian itu tak pernah Kami tahu apa maksudnya, yang pasti : arti secara umumnya adalah : kakak dan abang, Kami sudah capek nyanyi, sekarang tolong kasih sumbangan duetnya dong...!!! thanx

PULAU SAMOSIR
Nyanyian berhenti, kapal terus melaju dan merapat ke Pulau Samosir. Disana Kami bisa melihat jelas POLTAK SI RAJA MINYAK DARI MEDAN ada dimana-mana!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! dan sebenarnya Aku takut mengatakan ini : BU MUNTHE JUGA ADA DIMANA-MANA.(Maaf bu, maaf!!!)
Logat e-nya yang kental, dan suara yang tegas, mungkin itu yang selama ini terpatri dalam dada Kami untuk manusia-manusia tipe Batak Medan. Kami lalu disambut oleh seorang lelaki tua yang tubuhnya telah ringkih dimakan usia tapi masih tetap mengisap rokok.
Batak itu ada 4 jenis : Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Mandailin dan Batak #########.(Note : tanda #### artinya adalah pikiranku sedang kacau dan Aku lupa batak apa satu lagi itu).
Begitulah kira-kira situa bangka (maaf pak ya) tadi menjelaskan kepada Kami. Kemudian Ia naik sambil melompat keatas sebuah beton yang memuat peta seluruh Lake Toba dan Pulau Samosir. Ia berkata konon Semua jenis batak berasal dari Pulau Samosir ini.
Kami terus berjalan dan sampai di sebuah tempat yang terdengar nyanyian aneh. Tempat itu adalah tempat berdirinya 3 rumah adat batak, dan didepannya ada sebuah boneka berpakaian baju adat batak dan kepalanya dapat diputar-putar 360o Derajat.
Kami duduk dikursi yang telah disediakan, kemudian bapak tua tadi kembali menjelaskan. Tapi, sebelum itu Ia mengajarkan Kami salam hangat dari Batak yaitu : HORAS!!!
Artinya, salam sejahtera, mirip seperti assalamu’laikum-nya arab. Itulah kata-kata Medan yang pertama dan terakhir yang Aku ketahui. Kemudian sang Bapak menjelaskan siapa boneka itu, darimana ruamh adat dan bla.... bla...bla....lainnya, tapi penjelasannya kali ini makin tampak jelas Ia seperti menjelaskan kepada Kami semua setelah bangun tidur. Benar-benar tidak jelas, Kami hanya memasang muka serius, dan sang Bapak juga semakin serius dengan penjelasannya...
                Setelah penjelasan lebar panjang kali tnggi, Kami berfoto-foto bersama boneka yang sebenarnya adalah kepala suku batak yang terdahulu. Kami keluar dari pekarangan temapt itu dan menuju pemakaman.
Ya, Pemakaman!!! Karena ada 3 sampai 4 kuburan yang benar-benar dipahat dengan sempurna. Paling kiri adalah kuburan orang kristen karena ada simbol palang salib didepannya yang terbuat dari keramik WC semisal di sekolah Kami.
Disebelahnya, ada kuburan pemimpin batak yang tampat peristirahatannya diukir sedemikian rupa membentuk patung serupa spinxh di Giza, Mesir. In Addition, Spnixh adalah patung berkepala manusia, bertubuh singa, besayap-sayap yang menjaga-jaga piramida-piramida di mesir saja. Sepertinya alien yang membangun Piramida di Mesir telah menginspirasi pengukir kuburan tersebut.
Sebelum masuk kedalam kuburan, Kami diberikan semacam sarungnya batak. You Know, sarung itu di singkapkan dan diletakkan diatas pundak...!!! Kami masuk dengan sopan dan duduk lagi dibangku panjang yang telah disediakan.
 Sebelm menjelaskan lagi penjelasannya dengan logat baru bangun tidur, sang Bapak menganjurkan Kami untuk mengucapkan kalimat HORAS!!! Sebanyak 3 kali dan menyapu angin dengan sarung batak diatas pundak Kami. Satu, dua, tiga dan HORAS!!! HORAS!!! HORAS!!! Kecuali si Iqbal yang dengan lantang menakbirkan ALLAHU AKBAR!!! Ia sepertinya curiga dengan kata-kata Horas tersebut.
 Satu hal yang menarik dari pengembaraan Kami di kuburan ini adalah rupanya ada keterkaitan yang kuat antara Aceh dengan Medan dan suku batak. Terutama penyebaran Islamnya. Selama ini Kita ketahui bahwa Aceh memang titik awal dari penyebaran Islam dinusantara. Namun, nusantara disini dijelaskan secara explisit adalah hanya untuk daerah Jawa, kita tidak melihat kedaerah lain. Dan hari itu aku melihatnya di daerah Medan.
Hal yang menurutku menarik juga untuk dibahas adalah lambang batak. Lambang Mereka adalah 4 buah dada wanita, bukan pria ya...!!! dan tokek...!!! Ketika kutanyakan lagi pada teman-teman priaku di hotel tempat menginap, apa arti dari tokek tersebut, tak ada yang bisa menjelaskan ku dengan puas. Namun, sebaliknya, arti dari buah dada adalah kesuburan, banyak anak dan lain-lain sebagainya. Mereka pandari mengolah kata dan menjelaskan bahwa pada zaman dahulu, para pemimpin suku di batak mencari wanita yang memiliki buah dada yang besar dan subur agar Ia dapat memiliki sekitar berpuluh-pulh anak karena semboyan Mereka sama dengan semboyan yang dilontarkan orang Islam : BANYAK ANAK, BANYAK REZEKI. Sunggug hebat nian ingatan temanku jika ditautkan dengan **** ****.
Penjelasn demi penjelasn berakhir sudah. Kini sampailah pada acara yang ditunggu-tunggu. Tanyakan acara ini pada wanita-wanita dikelas Kami dan Mereka akan menjawab dengan girang, senyum terkembang dan lompat-lompatan : BELANJA!!!!!.....!!!!.....!!!!
Untuk hal yang satu ini, Aku tak ingin menjelaskan secara mendetail karena Aku tak suka berbelanja layiknya ibuk yang menghabiskan waktu dari sehabis subuh sampai sebelum zuhur hanya untuk mencari kaos kaki baruku yang baru.(Kau tahu teman, itu hanya bohongan...ya, booohooongan!!! Sama persis seperti gooreeengaaannnn...!!!)
Hanya satu yang dapat ku utarakan yaitu jauh-jauh dari Banda Aceh, Aku hanya membeli rumah mini replika rumah adat batak seharga Rp.45.000,- per 2 biji pada seorang nenek-nenek yang mendo’akan ku sukses sekejap setelah Aku membayar uang. Aku mengiyakan dan teman-temanku menertawakanku di kapal pesiar dengan sok mengatakan : Seharusnya Kamu Bisa Mendapatkannya 15 Ribu per item.
Aku tak tahu apa arti kata-kata Mereka, tapi, yang pasti Aku hanya yakin pada diriku sendiri bahwa Aku melakukan hal yang terbaik, yaitu : Mengedarkan uang pertamaku di Medan, betapa bangganya Aku, akhirnya, uang celengku ada juga yang beredar di Medan dan statusnya : LIMITED EDITON.
Satu hal yang dapat Aku dan teman-teman ambil dari proses jual-beli di Pulau Samosir sekitaran LAKEI TUBA : TAWAR-MENAWAR MEMBUTUHKAN SUARA YANG LEBIH BESAR, MAKA KAU AKAN MENANG!!!!
Kami kembali ke bus, kemudian shalat, makan dan berangkat ke BRASTAGI. Sebenarnya Aku ingin menceritakan panjang lebar tentang Brastagi, namun, Brastagi tertutup kabut tebal karena hujan sehingga Kami hanya dapat melihat gereja-gereja besar dipinggir jalan dan tawara-tawaran semisal : BUTUH B1 PANGGANG, CEPAT DAN TEPAT TERSEDIA DISINI!!!
Kami hanya singgah di pasar Brastagi, tak ada yang istimewa dimataku, kecuali kelinci, hamster, kuda dan taiknya yang dapat kulihat dari dekat. Aku membeli sebuah baju koko hitam bercorak bertuliskan LAKEI TUBA seharga 20.000, Fahmi menghabiskan uang membeli salak, Jol menghabiskan sekitar 200.000 untuk jaket keren dan sweater ijo untuk ‘yayang’-nya. Dan Yunita menghabiskan 20 jepretan foto untuk pose-pose tidak penting yang tak pernah kudapat sampai saat tulisan ini terbit.

Bus melaju ke Medan, Kami akan tidur dihotel. Sepanjang perjalanan, Aku tidak ngantuk, lantas berkoar-koar bernyanyi bersama Syukur, yang sepertinya tak menghabiskan uang 2000 pun di Brastagi. Malam semakin pekat, Aku semakin tak ngantuk. Kubangunkan beberapa orang dengan siaran radio rusakku berjudul : SYUKUR FM. Tawa berdera-derai didalam bus, dibagian belakang bangku penduduk, kenangan-kenangan tercipta untuk terakhir kalinya bagiku...yang mungkin tak akan terulang lagi bersama teman-teman sekelas dan sebangku.
Wassalam....


You Might Also Like

1 comment:

  1. hhahahahhahahhahaa........
    senang rasanya yaaa masa masa MAN dulu,, ngk kebayang bakal terulang lagi,,
    semoga kedepan kita bersatu lagi dan membuat perjalanan lainnya..

    ReplyDelete