Detak-detik lika liku sepanjang lorong altar ilmu Eropa (2): Teka-teki sulit bernama rezeki

    Sepertinya sudah tidak ada harapan lagi bagiku untuk bertahan disini di Belanda. Sudah beberapa bulan sejak menyandang gelar Master of Geo-Information Science, aku belum mendapatkan kerja. Puluhan lamaran kerja telah tersebar dan tetap saja nihil hasilnya.
    Tentu saja dengan mudahnya aku bisa pulang ke Indonesia, tebar pesona sebagai lulusan luar negeri dan menikmati hidup dengan tabungan Euro ku yang jika di konversikan ke rupiah bisa ongkang-ongkang kaki selama 5 tahun selagi menumpang di rumah orang tua. Atau bisa juga membuka usaha makanan di negeri dengan populasi manusia yang banyak itu, bekerja menjadi dosen di universitas lokal, atau sekadar menjadi pengajar bahasa inggris sambil mencoba-coba peruntungan menjadi Aparatur Sipil Negara (baca: PNS).
    Tapi ada satu yang mengganjal dalam fikiranku tentang semua kemungkinan-kemungkinan tersebut: jalannya sudah ketebak. Lah, bukannya itu justru lebih enak? Tidak bagiku, karena aku setuju dengan kata-kata Andrea Hirata dalam Edensor nya:

Aku mendamba kehidupan dengan kemungkinan-kemungkinan yang bereaksi satu sama lain seperti benturan molekul uranium: meletup tak terduga-duga, menyerap, mengikat, mengganda, berkembang, terurai, dan berpencar ke arah yang mengejutkan.
 
    Namun bagiku, pelaku utama nya adalah ustad Salim A. Fillah yang telah 'meracuniku' dengan sebuah sudut pandang unik dalam menjawab teka-teki sulit bernama rezeki. Rumus rezeki ustad Salim tentang rezeki itu lebih kurang seperti ini:

"Jika hakikat rezeki itu datang dari Allah yang Maha Kaya (Al-Ghaniyyu), dan jika dalam surat At-Talaq bahwa Allah menjanjikan rezeki akan datang dari arah yang tak disangka-sangka kepada orang yang bertaqwa, maka profesi yang sudah terjamin rezekinya setiap bulan itu tidak dianjurkan untuk ditapaki jalannya bagi mereka yang hendak merasakan cinta sepenuhnya dari Allah yang Maha Kaya tersebut"

Oleh karena itu, aku memutuskan untuk menetap. Dan benar saja, keputusan ini membawaku pada satu skenario Tuhan yang tak pernah kusangka. Salah satu keputusan terbaik yang pernah aku lakukan.

#    #    #

    Sejujurnya, ada beberapa perusahaan yang tertarik dengan profilku dan mengajak aku berproses ke tahapan selanjutnya. Yang menarik dari tahapan selanjutnya adalah bukan sesi wawancara, tapi sebuah tes kompetensi. Ini merupakan pengalaman pertama bagiku.
    Kesempatan pertama datang dari sebuah perusahaan penyedia informasi Coronavirus menggunakan data spasial. Mereka menghubungiku baru sejak tiga minggu dari hari kelulusanku. Perusahaan tersebut bernama Uppermoor BV yang berpusat di kota Utrecht. Mereka membuat peta persebaran kasus Covid-19 yang bisa dilihat disini: https://www.coronalocatie.nl.
Pengguna dapat melihat informasi persebaran Covid-19 sejauh 2,5 km dari lokasi yang dipilih dalam wilayah Belanda dalam seminggu terakhir di www.coronalocatie.nl
    
    Singkat cerita, Uppermoor BV mendapatkan 15 lamaran pekerjaan dari seluruh dunia dan salah satunya adalah aku. Dan mereka tertarik untuk memberikan kesempatan bagiku untuk menyelesaikan sebuah tes dengan studi kasus membuat layanan peta yang serupa, tapi untuk negara Jerman. Hmmm. Menarik. Kataku pada diriku sendiri: siapa takut?!
   Kami disediakan beberapa open data untuk membuat layanan peta seperti itu. Data pertama berisi tentang data harian kasus baru Covid-19 di setiap kota di Jerman. Data kedua berisi grid populasi jerman. Tugas yang diberikan adalah membuat peta heatmap yang dinamis yang dapat menunjukkan kontraksi persebaran Covid-19 selama 14 hari berturut-turut di bulan November 2020. Tantangannya adalah, ada data yang tidak diberikan dan dalam data data yang disediakan, ada data yang sengaja dihilangkan. Butuh 4 hari bagiku untuk menyelesaikan tugas yang diberikan mereka. Berikut hasil peta heatmap yang kukerjakan yang menunjukkan rata-rata kasus baru Covid-19 di Jerman mulai dari tanggal 1 sampai tanggal 15 November (Anda bisa melihat petanya perlahan berubah setiap tanggalnya): 
    Dan kabar baiknya, dari 15 pelamar dari seluruh dunia, hanya 3 (tiga) orang yang mengerjakan tugas yang diberikan. Oleh karena itu, Uppermoor B.V tertarik mewawancaraiku secara online. Aku senang bukan kepalang. Wawancara dilaksanakan dan aku bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka dengan bahasa inggris yang baik dan benar. Ada dua orang yang mewawancaraiku, satu anak muda, dan satu lagi sudah sesepuh. Mereka berdua ternyata alumni program master yang sama yang kuambil di kampusku. Anak muda itu ternyata mempunyai supervisor magang yang sama denganku dulu. Dan kalau si bapak yang sudah sesepuh itu, ternyata anaknya sekarang masih menempuh studi di kampus Wageningen. Tampaknya, aku tak perlu menunggu lama untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, ya kan? Tidak!
    Jika saja aku diterima oleh Uppermoor B.V, tentu saja tidak ada tulisan ini haha. Sayangnya, dari 3 orang yang mengumpulkan tugas studi kasus yang diberikan, aku berada di peringkat ke-2. Wajar saja bagi mereka untuk mengambil satu yang terbaik saja, karena mereka adalah startup baru dan sedang merintis sebuah usaha baru. Pun begitu, mereka berjanji padaku di tiga bulan pertama pada tahun 2021, mereka akan menghubungiku lagi jika mereka memerlukan tenaga tambahan.
    Hampir saja aku mendapatkan kesempatan pertama, tapi tetap saja pada akhirnya: gagal!

#    #    #
    Beberapa kesempatan lain menghampiri ku, namun tidak ada satupun yang kudapatkan. Kebanyakan dari peluang-peluang tersebut tidak bisa kudapatkan karena mereka meminta syarat bisa berbahasa Belanda dengan fasih. Sebuah realitas yang dulu aku remehkan selama kuliah, dan sekarang kusesali. Sesungguhnya karakteristik bahasa Belanda cukup dekat dengan bahasa Indonesia dalam hal pengucapan dan kosakata. Ini membuat orang Indonesia mudah sekali mempelajari bahasa Belanda dibandingkan orang-orang Yunani, Italia dan Afrika. Namun, beban kuliah yang kuhadapi selama berada di Wageningen membuatku tak sempat untuk mengikuti les bahasa Belanda yang diajarkan secara gratis di kampus. Dan aku mengambil kesempatan tersebut pas setelah semua kewajiban-kewajiban kuliah kupenuhi. Setelah mengikuti kursus bahasa Belanda selama 2 bulan lebih, aku baru percaya diri mencantumkan dalam CV ku bahwa aku mampu mengadakan dialog dengan bahasa Belanda. Beginner, begitu lah level kemampuan bahasa Belanda yang kutulis. Dan ternyata hal itu membuka satu-satunya peluang bagiku mengecap pengalaman bekerja secara profesional di Belanda dalam waktu yang tersisa.
    Adalah Geo-ICT Training Center The Netherlands yang tertarik dengan lamaran pekerjaan yang kukirim kepada mereka. Sebenarnya, beberapa bulan lalu, aku sudah beberapa kali mengirimkan lamaran pekerjaan yang sama yaitu sebagai posisi trainee di perusahaan mereka. Namun tak ada jawaban selanjutnya dari mereka. Mungkin kualifikasi level beginner Dutch - ku yang baru kumasukkan kedalam CV ku itu lah yang membuat mereka sekarang akhirnya tertarik padaku.
    Benar saja. Aku diundang dalam panggilan video call dengan Anton, nama bos dari perusahaan tersebut. Dan kalimat pertama yang ia tanyakan padaku setelah halo, adalah Hoe gaat heet?. Apa kabarmu? Tentu aku pun menjawab sesuai arahan dalam kelas bahasa Belanda ku: Ik het goed. En jij? Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?
    Setelah itu Anton bertanya -masih dalam bahasa Belanda- beberapa pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang diriku yang aku pun masih bisa menjawab nya dengan baik, walaupun terbata-bata. Baru ketika ia menyemburkan pertanyaan-pertanyaan yang lebih kompleks, aku tak bisa menjawabnya. Ia pun mengubah wawancara nya dalam bahasa inggris. Intinya, ia tertarik pada CV ku dan ia punya ide menarik untuk mengekspansi layanan perusahaannya ke negaraku: Indonesia. Dan ia mau mengundangku untuk melakukan brainstorming di kantornya di sebuah kota bernama Apeldoorn. Aku mengiyakan undangannya. Video call kami sudahi. Kututup webcam yang ada di laptopku, dan aku pun melompat-lompat girang.
    Aku pun berangkat ke Apeldoorn satu minggu setelah video call tersebut. Aku berangkat bersama Rivan Rinaldi (sekarang sudah MSc), teman satu tingkat dibawahku di WUR. Kantor Geo-ICT tak jauh dari stasiun centraal nya kereta api dan bus kota Apeldoorn. Pun begitu, sesampai di kota tersebut, kami menyewa dua sepeda OV-Fiets. Kami akan menggunakannya untuk jalan-jalan mengelilingi Apeldoorn nanti setelah sesi brainstorming selesai.  
    Aku datang 30 menit lebih awal dari jadwal yang ditentukan. Setelah menunggu beberapa saat di ruang tamu, aku pun dipersilahkan masuk kedalam sebuah ruangan. Disana aku bertemu dengan Anton, serta Thijmen, seorang pria kepercayaan Anton. Aku memperkenalkan diriku sebagai Jack, agar mereka lebih mudah memanggilku, daripada mereka bingung dengan nama Arab ku yang panjang.
    Sebenarnya, ada dua orang Indonesia yang diundang dalam sesi brainstorming kali ini. Aku datang pertama. Dan kami punya waktu 30 menit sebelum sesi resmi dimulai. Sambil menunggu waktu tersebut dan menunggu satu orang Indonesia lain yang belum datang, kami pun berbicara santai seputar kuliahku dan kegiatanku saat ini. Aku pun menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Salah satu nya dengan menginformasikan pada mereka bahwa aku sekarang juga terlibat dalam sebuah startup rintisan ku dan temanku yang berfokus pada pertanian berkesinambungan di Indonesia bernama Arconesia. Anton sepertinya tertarik dengan ceritaku. Ia bahkan mempersilahkanku menunjukkan daerah operasi kami melalui layar besar yang ada diruangan tersebut. Aku tak segan menggunakannya dan menceritakan setiap nilai filosofis yang kami pegang serta istilah-istilah teknis lainnya. Diskusi berjalan hangat sampai jam menunjukkan sesi brainstorming kami pun sudah sampai pada waktunya. Satu kandidat yang lain tidak datang juga. Kami pun memulai tanpa dia.
    Seperti yang kami bicarakan tempo hari pada video call, Anton membeberkan rencana perusahaannya di Indonesia. Lalu ia bertanya pendapatku. Tentu saja aku menjawab dengan mengatakan bahwa Indonesia adalah pasar digital terbesar di Asia Tenggara dan salah satu yang terbesar di dunia. Pengguna internet yang kebanyakannya mengakses melalui telepon genggam juga merupakan yang terbesar di dunia. Ini mengindikasikan bahwa apapun yang dapat dijual secara digital di Indonesia, pasti akan ada yang membeli. Tak terkecuali Geo-ICT. Oh iya, Geo-ICT ini adalah perusahaan yang menyediakan layanan kelas-kelas serta kursus-kursus di bidang GIS, Remote Sensing, Surveying, dan ilmu geografi secara umum lainnya.
    Diskusi berjalan dengan hangat. Mereka bertanya, aku menjawab. Beberapa kali pun aku bertanya tentang kapasitas mereka, serta apa harapan mereka tentang Geo-ICT Indonesia nantinya. Tak terasa 1 jam sudah kami berdiskusi. Aku menutup laptopku, dan bersiap-siap keluar dari kantor tersebut. Sebelum aku keluar, Anton memujiku dengan mengatakan bahwa bahasa Inggris ku sangat baik sehingga ia yang sudah tua pun masih bisa mengerti apapun yang aku ucapkan. Aku terbang setinggi langit. Pujian itu adalah sebuah hadiah yang sangat berharga bagiku, karena di tahun pertama di WUR, bahasa Inggris ku seringkali tak dimengerti oleh teman-teman Belandaku sendiri yang jauh lebih muda dari Anton. Hari ini, Anton mem-validasi bahwa aku telah berproses dengan baik dan memenuhi kualifikasi untuk bekerja secara profesional  dalam lingkungan multikultural di sebuah perusahaan di negara maju.
    Benar saja, seminggu kemudian aku dihubungi kembali oleh Anton. Sebelum finalisasi kontrak, Anton mempersilahkan aku untuk mengikuti sebuah kelas yang ditawarkan oleh Geo-ICT, yaitu kelas AutoCAD. Keikutsertaanku pada dasarnya untuk membuatku familiar pada layanan yang diberikan oleh perusahaan yang nantinya dapat aku terapkan pada Geo-ICT cabang Indonesia. Aku pun dengan senang hati menerima tawaran tersebut.
   Setelah menyelesaikan kelas tersebut, aku pun dipanggil lagi oleh Anton ke kantor. Ia mengajakku ke sebuah restoran di pinggir kota Apeldoorn dengan mengendarai mobil listrik kepunyaannya. Aku terkesima dengan mobilnya yang memiliki fitur kamera di belakang sehingga ia tak perlu menoleh ketika memundurkan mobilnya. Mobilnya pun berjalan tanpa mengeluarkan suara bising.
   Di restoran tersebut, kami berbicara panjang lebar lagi tentang strategi-strategi yang perlu dilakukan pertama sekali ketika memulai Geo-ICT Indonesia. Untungnya, aku sudah memikirkan itu terlebih dahulu dalam perjalanan kereta api ke Apeldoorn. Akupun membeberkan strategi yang kufikirkan. Aku juga menjelaskan analisis kompetitor pada Anton dan peluang-peluang model bisnis yang masih kosong dalam sektor ini. Anton terkesima denganku dan ia pun menjelaskan setiap persyaratan legalitas yang harus kulalui dan kumiliki, dan ia akhirnya berbicara gaji. Lagi-lagi aku yang terkesima dan excited.
   Kami kembali ke kantor. Anton kemudian menyerahkan kontrak yang harus ku tandatangani. Aku menandatangani kontrak tersebut dengan hati yang berbunga-bunga dan kekhawatiran apakah aku dapat menjalankan peran ini atau tidak. Saat kutanya pada Anton apa kira-kira gelar yang dapat aku pakai untuk kugunakan pada profil Linkedin ku agar dapat juga kugunakan untuk berkomunikasi secara lugas dengan partner bisnis, Anton menjawab:
Director Geo-ICT Indonesia.
Aku pun tersenyum lega. Inilah rezeki yang datang dari arah yang tak terduga seperti janji Allah pada surat At-Thalaq ayat 3.

Detak-detik lika liku sepanjang lorong altar ilmu Eropa (1): Ketidaktahuan

*Tulisan ini ditulis pada 28 November 2019, tapi baru kali ini sempat di publish

Lama nian rasanya tidak memamerkan kebodohan diri melalui media blog ini. Bukanlah karena tak tersisa lagi kebodohan diri ini yang hendak dipamerkan, melainkan waktu yang tak mengizinkan, membuat diri ini kembali berkotemplasi: bilakah kita tersadar bahwa manusia tak bernilai apa-apa jika dihadapkan dengan "waktu".

Namun, kebodohan dan kesalahan yang pernah kucoba lakukan dalam ruang-ruang waktu di masa laluku telah membawaku ke salah satu mimpi sekaligus ketakutan terbesar dalam hidupku:
Mencecap wawasan di altar ilmu pengetahuan di benua Eropa.


Beberapa buah manisnya memang jelas terasa: melihat dunia, berkenalan dengan dunia dan budaya baru, serta mencicip kebijaksanaan peradaban-peradaban lalu berbagai bangsa dunia.

Namun susah payah yang getir tak sedikit yang tereguk jua.

Bolehlah rasanya bilamana kita mengangguk setuju pada kutipan kata bijak berikut:
Apa yang kamu saksikan, tergantung pada posisi dimana kamu berdiri.
(C.S. Lewis dalam The Chronicles of Narnia).

Sudah tak terhitung lagi berapa kali telinga ini mengembang bagai balon kala mendengar orang memuji bahwa kesempatan menjejak kaki ke Eropa, adalah salah satu bentuk tertinggi kesuksesan dunia.

Ternyata eh ternyata, niscaya tak sedikit pula yang akan mengatakan tidak. Eropa dengan segala keindahannya memang menawarkan banyak kenikmatan, namun pada saat yang bersamaan juga ia membenturkan realitas yang sangat kentara bagi diri ini:

K-i-t-a     t-e-l-a-h     t-e-r-t-i-n-g-g-a-l 




Singkat cerita, setahun lah diri ini telah menghirup udara bersih dan dingin Eropa. Aku tinggal di sebuah kota kecil nan modern bernama Wageningen, 80 kilometer dari Amsterdam si ibukota Belanda. Saat ini, aku sedang menyusuri satu dari dua lorong terakhir dalam masa studi masterku. Sebuah lorong yang penting tapi pada saat yang bersamaan juga gelap, sepi, menakutkan, serta krusial. Lorong itu bernama:
Tesis.

Satu lorong terakhir lainnya bernama: Internship (baca: magang).

Setelah tiga bulan menulis proposal tesis, perasaan tertinggal yang nyata itu semakin jelas terasa dalam pikiranku. Tiga bulan bukanlah durasi yang normal untuk menulis sebuah proposal, kawannn.... 

"Tidak bagi topik penelitian yang sesimpel ini," kata tiga supervisor ku. Ya, aku punya tiga supervisor (baca: pembimbing). Pembimbing pertama adalah salah satu dari hanya dua profesor yang ada di fakultas ku. Bayangkan bagaimana perasaanmu di kritik oleh profesor yang limited edition di fakultas mu. Apa boleh dikata, aku pun mengakui, sadar dan setuju dengan argumen itu.

Pergulatanku dengan ketidaktahuanku sendiri sebenarnya sudah berlangsung selama setahun terakhir ini. Sudah tak terhitung lagi berapa kali aku menundukkan serta menggeleng-gelengkan kepala, sesekali menghela nafas yang sangat panjang saat aku melangkahkan kaki keluar dari kelas setelah menghadiri sesi-sesi kuliah dalam bahasa Inggris ber aksen Belanda yang kental, dan tak satupun yang aku benar-benar mengerti. Awalnya aku merasa hanya diri ini yang merasakan hal serupa. Namun ternyata kebanyakan teman-teman Indonesia ku juga merasakan hal yang sama. Pada momen-momen seperti itu, terbetik dalam fikiranku: kita perlu membenahi kurikulum bahasa Inggris kita di sekolah, pesantren, dan di ruang-ruang publik.

Gagal dan Gagal Lagi
Selama setahun ini, aku telah gagal dalam tiga mata kuliah. Bahkan salah satu dari mata kuliah itu, aku harus mengikuti ujian ulangannya sebanyak empat kali.

Empat kali!

Berkat rahmat dan iradat - Nya, aku berhasil membuat dosen-dosenku terpaska meluluskan semua mata kuliahku tepat waktu sebelum tahun kedua dimulai, meninggalkanku dengan perasaan bahwa aku sudah tertinggal jauh, tidak faham sepenuhnya dan merasa yang paling bodoh.

Tapi waktu terus berjalan dan proses-proses harus tetap di jalani. Hingga tibalah pada saatnya aku harus memilih topik tesis. Berkaca pada performa studiku selama setahun kebelakang, aku pun membuat sebuah strategi: hindarilah topik tesis yang berkaitan dengan Remote Sensing (terjemahan: Penginderaan Jarak Jauh), yaitu mata kuliah yang aku harus mengulang empat kali itu. Hindari juga topik tesis yang berkaitan dengan pertanian, walau fakta berkata bahwa kampus Wageningen ini adalah kampus nomor 1 bidang pertanian di dunia. Sekali lagi: nomor 1 di dunia!!!

Strategiku terbukti ampuh, ternyata ada banyak topik tesis diluar sana. dan aku akhirnya memilih topik tesis yang berkaitan dengan pemrograman (karena latar belakang sarjana ku di bidang informatika), dengan studi area di kawasan perkotaan (baca: urban context). Aku mengambil proyek dari dosen, serta mengundurkan diri dari kesempatan mengajukan topik tesis sendiri.

Awalnya aku punya kesempatan yang sangat besar untuk mengajukan topik tesisku sendiri. Itu dikarenakan beberapa waktu sebelum batas waktu pemilihan topik tesis, aku berhasil menembus sebuah konferensi international di Inggris bernama ISIC PPI UK 2019 dengan menggunakan artikel ilmiahku dengan topik: penilaian infrastruktur data spasial di Indonesia. Boleh dibaca artikel tersebut di tautan berikut ini. Seorang dosen menawariku untuk memperluas cakupan artikel ilmiahku tersebut agar bisa diajukan sebagai sebuah topik tesis. Tapi singkat cerita aku lebih memilih topik lain yang lebih menantang.

Gayung bersambut, ada satu topik yang menarik perhatianku. Lebih beruntung lagi, algoritma yang digunakan adalah algoritma yang familiar dengannku. Aku pernah menggunakannya dulu saat menyelesaikan skripsi sarjanaku: algoritma K-Means clustering.

Naifnya diriku, ternyata setelah menulis naskah proposal tesisku yang pertama, ternyata tidak semudah itu. Tak kusangka pada akhirnya aku harus mengulang-ulang tulisan itu hingga 10 kali revisi untuk pada akhirnya bisa dikirim kepada pengulas (reviewer). Sebagai info, di kampus Wageningen ini, setiap chair group (semacam fakultas di Indonesia), dibebaskan untuk membuat sistem akademisnya sendiri. Didalam chair group ku, mahasiswa tak perlu mempresentasikan proposal tesis masternya, tidak seperti chair group lain yang mewajibkan hal tersebut. Bagiku, setiap mahasiswa hanya perlu menulis proposalnya dengan detil dan komprehensif lalu proposal tersebut akan dikirimkan kepada beberapa pengulas yang berasal dari lingkungan akademik chair group kami sendiri. Jika pengulas menganggap proposal seorang mahasiswa cukup dimengerti dan logis, mereka akan memberi lampu hijau. Itu berarti silahkan tesisnya di eksekusi sesegera mungkin. Sebaliknya jika belum cukup jelas, maka mereka akan mengembalikan proposal tersebut kepada mahasiswa untuk diperbaiki. Sedikit catatan, identitas para pengulas tersebut juga dirahasiakan dari mahasiswa. Mahasiswa mengirimkan proposal tersebut kepada study advisor (semacam guru pembimbing), lalu study advisor akan mengirim proposal tersebut kepada para pengulas. Dan apabila proposal belum cukup jelas dan belum cukup logis untuk mendapat lampu hijau, maka para pengulas justru akan memberi masukan (feedback) kepada supervisor (pembimbing tesis), bukan langsung kepada mahasiswa. Yang berarti bahwa para pengulas menganggap pembimbing tesis belum sepenuhnya benar dalam membimbing mahasiswa tersebut.

Naasnya dari tiga pengulas yang memeriksa proposal tesisku, satu pengulas memberi status No Go bagi proposalku, dengan dua pengulas lainnya memberi nilai 'cukup'. Aku pun memperbaiki proposalku dalam semalam dan kemudian bertemu dengan satu pengulas yang menolak proposalku tersebut. Setelah berdiskusi serta seolah-olah mengkonfirmasi beberapa bagian dari proposalku yang menurutku salah ia mengerti, akhirnya ia dengan sedikit terpaksa setuju dengan proposalku dan memberi status:
GO!

Begitulah kisah sekira 16 bulan pertamaku mencecap ilmu di altar ilmu pengetahuan Eropa, dibentur oleh ekspektasi akademik Belanda yang tinggi, dan terseok-seok bertahan dari ketidaktahuan dan kebingungan.

Tapi berkaca kebelakang pula, dikala perpisahan dengan keluarga di bandara Banda Aceh, hati ini tak karuan. Cemas, memikirkan apakah aku bisa? Bagaimana nanti jika gagal? Apa yang terjadi jika tak selesai kuliah? Apakah nanti ada teman? Adakah yang mau berteman dengan diri ini? Siapakah yang akan menjadi pelipur lara ketika tantangan menerjang?

Pertanyaan-pertanyaan itu seringkali muncul dan bertambah, namun tetap ada satu pesan Tuhan yang selalu diri ini pegang:

لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (Al-Baqarah: 186).


Berikut merupakan foto perpisahan kami sekeluarga dulu dan aku masih tetap berdiri tegar disini (berkat do'a keluarga, berkah dan iradah dari Tuhan yang Maha Kuasa):


























Amsterdam kota penuh dosa?

Sudah lama tak menulis di blog.
Mari memulai lagi tulisan perdana di tahun 2019 ini dengan beberapa foto instastory tentang Amsterdam si kota penuh dosa.





















(8) Darussalam to 'Darussalam' : Payung Listrik dan Persatuan Kita

    Sejak bulan September 2017 yang lalu, saya sudah menetap di Banda Aceh selama dua bulan. Saat pulang, proyek mega perluasan dan pengembangan Masjid Raya Baiturrahman yang sangat ditunggu-tunggu masyarakat Aceh baru saja selesai. Tentu saja banyak yang mengajak untuk ke masjid raya untuk sekedar mengabadikan momen di bawah payung listrik baru yang fenomenal itu. Namun, baru satu hari setelah pengumuman kelulusan LPDP pada tanggal 26 Oktober 2017, saya sempat mengunjunginya.
   Ada perasaan haru yang menusuk dalam, yang saya rasakan saat pertama kali menginjakkan kaki melihat pelataran parkir underground yang rapi. Kemudian memasuki toilet dan tempat wudhu yang bersih dan nyaman. Berjalan disepanjang koridor indah, menaiki eskalator dan tentu saja berteduh dibawah payung elektrik yang megah. Sejenak saya merasakan atmosfir masjid-masjid di Malaysia dan sekelebat lagi membandingkannya dengan kemegahan masjid raya Istiqlal di Jakarta. Haru, bukan karena kemegahannya, tapi karena baru kali ini rakyat Aceh baru bisa menikmati ini. Padahal sungguh negeri sangat subur, masyarakatnya sangat baik tapi dunia sangat kejam, bahkan saudara sendiripun tak sanggup menahan nafsunya menggerogoti tanah indah nan subur ini.
   Saya adalah generasi yang pernah merasakan haru biru berkumpul dengan sanak keluarga di taman depan masjid raya itu, sambil menyantap makanan lalu sesekali memberikan potongan-potongan kecil makanan itu kepada ikan-ikan besar yang berenang meloncat-loncat di dalam kolam. Dan perasaan haru itu kembali lagi menjadi-jadi ketika saya melihat ibu-ibu dengan keluarganya melakukan hal yang sama, namun kali ini bukan duduk ditaman melainkan di bawah keteduhan payung elektrik yang berharga puluhan milyar rupiah itu. Bukan dimasa lalu yang dimana nanggroe masih dicabik-cabik oleh konflik dan ketidakmenentuan masa depan, melainkan di masa sekarang saat dana otsus (otonomi khusus) membanjiri Aceh dan optimisme terpancar di wajah-wajah masyarakat Aceh sekarang. Haru sekali rasanya.
   Saya membayangkan, seandainya kami tidak pernah terseret dalam arus konflik di tahun 1970-an atau sejak pemberontakan DI/TII atau bahkan sejak Belanda menyatakan perang pada tahun 1873, bisa jadi masjid yang megah seperti ini tidak berdiri hanya satu saja. Melainkan puluhan, 30 puluhan lebih di seluruh Aceh. Jika saja sumber gas terbesar di dunia yang ditemukan di Arun pada tahun 1972 dulu itu benar-benar dikembalikan kepada rakyat Aceh, maka masjid ini akan lebih mewah dari ini. Bahkan fasilitas dan amenitas yang menunjang kesejahteraan masyarakat akan lebih daripada ini. Perang benar-benar telah membuat bangsa Aceh terpuruk, mundur puluhan tahun kebelakang.
#   #   #
  Lalu saya menemukan jawaban mengapa bangsa Aceh bisa seperti ini. Tidak jauh dari payung elektrik yang viral itu, tepatnya di dalam masjid raya baiturrahman ini sendiri, faktor yang menyebabkan kemunduran kami tampak jelas sekali dalam satu keteledoran kecil yang detil sekali : kerapatan shaf.
     Saat melihat bapak-bapak dengan baju lusuh (mungkin mereka adalah masyarakat Aceh di kampung yang ingin datang melihat kemegahan masjid raya), anak-anak muda dengan wajah sumringah ingin menjalankan ketaatan beribadah dalam negeri syariat serta kaum hawa yang anggun berkelompok di shaf belakang, saya tetiba teringat dengan foto para pemimpin kami yang dalam shalat idul adha 1437 H beberapa waktu lalu, mempertontonkan ketidakakraban mereka yang tampak dari kerenggangan shaf shalat mereka. Sepanjang shalat, saya tidak bisa mencapai derajat khusyuk  paripurna dikarenakan asyik menggerutu  setelah mengetahui mengapa dana otsus terbesar di Indonesia yang digelontorkan sejak 12 tahun lalu masih belum mampu melengserkan rangking kemiskinan kita dari peringkat nomor satu di Sumatera dan nomor dua di Indonesia adalah dikarenakan pemimpin-pemimpin kami yang tidak bisa menyampingkan egonya masing-masing yang berakibat meulhoo keudroe-droe (saling berkelahi), padahal musuh nyata kita adalah kemiskinan dan ketidakadilan. Dan perilaku itu berimbas kepada masyarakat karena pemimpin adalah role model bagi masyarakat.


Sumber : http://aceh.tribunnews.com/2016/09/14/netizen-kritik-shaf-shalat-pemimpin-aceh-yang-saling-berjauhan
   "Rapikan shaf-shaf kalian ... ", begitu salah satu sabda beliau yang sangat terpuji tentang keutamaan shaf dalam Hr. Abu Dawud no.662, "Demi Allah, kalian merapikan shaf kalian, atau kalau tidak maka Allah akan menjadikan perselisihan diantara hati kalian."
   Senada dengan itu pula, rasul juga menekankan pesan persatuan yang sangat penting dalam tubuh umat muslim melalui shalat berjamaah. Beliau bersabda,
"Tidaklah tiga orang di suatu desa atau lembah yang tidak didirikan shalat berjamaah di lingkungan mereka, melainkan setan telah menguasai mereka. Karena itu tetaplah kalian (shalat) berjamaah, karena sesungguhnya srigala itu hanya akan menerkam kambing yang sendirian (jauh dari kawan-kawannya).” (HR. Abu Daud no. 547, An-Nasai no. 838, dan sanadnya dinyatakan hasan oleh An-Nawawi dalam Riyadh Ash-Shalihin no. 344).
   Berbicara tentang persatuan di Aceh memang sulit karena Aceh telah terkoyak oleh perang sejak seratus tahun yang lalu. Tapi dari sejarah pula kita belajar bahwa setiap upaya untuk bersatu melawan segala bentuk penjajahan, disitu kita melihat secercah cahaya. Pun kita bisa saja tidak dapat menikmati indahnya cahaya persatuan tersebut dengan mata kepala kita sendiri, namun semoga dapat menjadi hadiah terbaik bagi anak-anak dan cucu-cucu kita nantinya. Sama seperti payung elektrik dan kemegahan masjid raya baiturrahman ini yang tidak sempat disaksikan oleh para pahlawan kita. Sejatinya ini semua berangkat dari pekikan Teuku Umar, disambung heroisme Cut Nyak Dhien, disambut oleh seruan Tengku Daud Beureueh dan diakhiri oleh ijtihad Hasan Tiro. Mereka semua adalah pahlawan yang melawan penjajahan dan penyeru persatuan demi tegaknya syariat islam di Aceh, tapi tak pernah sempat melihat masyarakat Aceh yang kini teduh duduk dibawah payung elektrik.
   Sekarang mari bertanya pada diri, apakah payung elektrik ini hanya pantas digunakan untuk berteduh diri, atau sebagai simbol persatuan kita yang berteduh bersama dibawahnya untuk melaksanakan perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan yang masih saja merajalela. Untuk menjawab ini, mari melihat gambar dibawah ini :
Sumber : http://portalsatu.com/read/ekbis/penduduk-miskin-aceh-tertinggi-di-sumatera-31903

MENYONGSONG GENERASI LANGIT BIRU KIDS JAMAN NOW

Guys¸ sadar gak sih kalo kota-kota di Indonesia kualitas udaranya buruk bahkan merusak kesehatan? Lihat saja laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di tahun 2016 yang menempatkan Jakarta dan Bandung sebagai bagian dari sepuluh kota dengan pencemaran udara terburuk di Asia Tenggara.

Makanya jangan heran deh, banyak kids jaman now yang hidup di kota-kota besar dengan mudah sekali terkena sakit kepala dan iritasi saluran pernapasan. Faktor lain mungkin kebanyakan makan micin kali ya. Hehe. Kalo dibiarkan lama-lama begini, bisa-bisa menyebabkan penyakit kronis mulai dari kanker paru-paru, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), jantung, stroke, hingga kematian dini. Hiiiii, serem!
Guess what! Tau gak siapa dalang utama dari pencemaran udara di lingkungan kita? Eng Ing Eng .... Yap, benar sekali! Tak lain dan tak bukan, sumber utamanya adalah komponen gas dan partikel yang di hasilkan oleh kendaraan bermotor. Terus, solusinya bagaimana dong? Jangan naik sepeda motor dan mobil lagi? Ide bagus sih, tapi itu mustahil guys. Transportasi bermotor kan ibarat nyawa bagi masyarakat Indonesia. So, mustahil menghilangkan kebiasaan masyarakat Indonesia untuk naik motor dan mobil. Salah satu solusi bertahap yang bisa dilakukan adalah dengan meminimalkan dampak buruk yang dihasilkan oleh bahan bakar yang digunakan oleh kendaraan bermotor tersebut.
Nah, itulah salah satu fungsi dari perusahaan energi negara Indonesia yang bernama Pertamina. Om-om dan tante-tante di perusahaan ini capek mikirin gimana caranya meningkatkan mobilitas kids jaman now yang super kreatif semakin tinggi, namun kualitas udara di kota kita juga semakin membaik. Sudah pada tau belum kalo upaya ini sedang dilaksanakan? Kalo belum, ayo kita simak bersama-sama.

PLBC
Ketika kamu datang ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), perhatiin gak sih kalo kamu sebenarnya diberikan beberapa pilihan mau membeli Bahan Bakar Minyak (BBM) yang mana? Mulai dari yang murah sampai yang mahal. Bahkan, masyarakat diberi kebebasan untuk memilih SPBU yang variatif pula, baik kepunyaan negeri sendiri maupun SPBU dari perusahaan negara lain, dengan variasi harga yang berbeda pula. Kok beda-beda ya? Jawabannya adalah karena setiap BBM yang ditawarkan tersebut memiliki tingkat oktan yang berbeda-beda.
Oktan sendiri adalah senyawa kimia yang menentukan kualitas sebuah tipe bahan bakar (bensin). Semakin tinggi angka oktan suatu jenis BBM, semakin baik bagi mesin kendaraan dan semakin kecil pula dampak buruk yang dikeluarkan melalui sistem pembuangan kendaraan bagi lingkungan. Nilai oktan sebuah BBM disebut RON (Research Octane Number). Lazimnya masyarakat mengetahui BBM jenis premium (RON 88), pertalite (RON 90), pertamax (RON 92) dan pertamax plus (95). Oh iya, satu lagi : semakin tinggi nilai oktan suatu jenis BBM, berimbas pada semakin tinggi pula harganya. Hehe.

Sayangnya, tidak semudah itu membuat BBM ber oktan tinggi (HOMC). Konsumsi BBM yang banyak digunakan oleh masyarakat selama ini adalah BBM premium. Namun, kualitas BBM premium ini sudah ketinggalan zaman serta tidak ramah lingkungan. Pemerintah sendiri melalui Pertamina sebenarnya mampu memproduksi BBM berkualitas seperti pertamax. Namun sayangnya, kilang-kilang Pertamina di seluruh negeri belum bisa memenuhi permintaan pasar dalam negeri. Belum lagi mengingat laju konsumsi rata-rata BBM nasional terus meningkat sebesar 4% per tahun maka jadilah sebagian dari permintaan BBM pertamax ini harus diimpor dari luar negeri. Kalo sudah diimpor, ya jelas menelan dana yang sangat banyak. Sayang banget, padahal Indonesia adalah negeri kolam susu yang tenggelam dalam sumber energi, eh kok masih harus menggantungkan kedaulatan energinya pada bangsa lain. Ugh... Geram banget kan.
Tapi don’t worry lagi, be happy lah, karena Pertamina telah mengupayakan kualitas udara kita menjadi lebih baik yang diproyeksikan melalui Proyek Langit Biru Cilacap (PLBC). Proyek pertamina ini bertujuan untuk mengupdate kualitas BBM kita dengan cara memproduksi bensin dengan nilai oktan yang tinggi sehingga lingkungan Indonesia semakin baik. PLBC sendiri diproyeksikan dapat meningkatkan BBM beroktan tinggi berkualitas setara EURO IV, standar emisi Uni Eropa. Dengan demikian, devisa negara yang terbakar percuma untuk membeli BBM impor, dapat dipergunakan untuk sektor lain, misalkan memberikan beasiswa kepada blogger-blogger kere seperti saya. hehe
Untk menjaga visi Pertamina sebagai World Clas Energy Company, PLBC juga mempunyai peran penting karena menjadi salah satu mata rantai bisnis hilir Pertamina. PLBC diproyeksikan akan mampu menambah produksi BBM yang sebelumnya hanya 41 juta KL menjadi 66,7 KL setiap tahunnya. Pun begitu, PLBC tidak serta merta mampu menghilangkan kebutuhan impor BBM ber oktan tinggi (HOMC). Oleh karenanya, diversifikasi pemakaian bensin masih diperlukan yaitu dengan cara meningkatkan pemakaian BBG oleh masyarakat/kendaraan umum.

Kesehatan versus Keuangan
Well, pada akhirnya kita sebagai generasi kids jaman now harus sadar bahwa selain micin, ternyata ada banyak hal lain yang bisa membuat kita mati mendadak. Salah satunya adalah udara yang kita hirup ini. Jujur aja, kita memang lebih memilih produk-produk murah bahkan gratis sekalipun. Tapi, apa salahnya mengeluarkan dana lebih besar untuk memiliki produk yang ramah lingkungan dan pada akhirnya tidak membahayakan kesehatan. Begitu juga dengan pemerintah melalui Pertamina nya, produksilah BBM yang berkualitas meskipun menelan banyak dana. Toh kalo udah sakit, tentu dana yang dikeluarkan lebih banyak kan? Mikir! (Kalo kata Cak Lontong). Salam lemper.

SABANG MAU SAMPAI KAPAN?



Tau gak guys
di tahun 2000 yang lampau, cuma ada 674 juta wisatawan di seluruh dunia. Bayangin nih, tahun 2015 angka ini naik jadi 1,2 miliarrrrrr. Figur ini akan terus naik menjadi 1,8 miliar jiwa pada 2030 nanti. Sekarang aja nih ya, satu dari tujuh orang di dunia adalah pelancong internasional.
Untuk Sabang yang dikenal eksotis nan gemulai, ini merupakan angka cantik yang dinanti-nantikan kedatangannya. Pasti banyak deh yang mau ke Sabang, apalagi setelah enam negara membentuk Coral Triangle Initiatives (CTI) atau lebih dikenal dengan nama Kawasan Segitiga Terumbu Karang Dunia. CTI sendiri katanya, punya potensi keuntungan sebesar 58 miliar dolar Amerika dengan 5,3 juta pekerjaan terpenuhi. Wowww! Angka ini diperkirakan akan meningkat tajam dalam 10 tahun mendatang.
                Masalahnya, pariwisata ibarat dua sisi mata pisau. Di satu sisi ia memberikan pemasukan yang gede buanget untuk negara dan daerah. Di sisi lain, pariwisata mengancam nilai-nilai kultur serta ekosistem setempat. Nah, oleh karena itu Sabang harus punya visi yang jelas untuk menjadi destinasi wisata bahari internasional tapi berkelanjutan hingga 100 tahun mendatang.

Pariwisata Bahari Berkelanjutan
                Pariwisata gak selalu ninggalin bekas yang destruktif kok. Sustainable tourism (pariwisata berkelanjutan) contohnya, adalah salah satu model pariwisata yang ngajakin turis turut andil terlibat dalam konservasi lingkungan. Misalkan ya, turis diajak untuk ikut terlibat dalam penanaman 1000 pohon. Bule-bule itu juga bisa diajak untuk terlibat dalam pelepasan kura-kura dan penyu ke pantai. Inilah sustainable tourism yang dibutuhkan Sabang saat ini.
Memang banyak sih yang skeptis dengan model pariwisata seperti ini. Itu karena model kayak gini butuh dana yang gak sedikit, perlu usaha besar dan melalui proses yang panjang. Tapi ya gak juga sih. Awareness terhadap gerakan pariwisata yang ramah lingkungan seperti ini semakin tenar dikalangan para pelancong internasional. Mereka gak segan merogoh kocek dalam-dalam asalkan tetap bisa menikmati perjalanan kelas wahid tanpa menyakiti bumi. Hal ini diperkuat dengan keputusan PBB yang memprioritaskan pola konservasi dalam aktivitas pariwisata dunia di tahun 2017. So, jangan takut deh memperkenalkan Sabang sebagai destinasi wisata bahari dunia yang ramah lingkungan.
                Mungkin banyak yang gak tau ya, kalo Aceh itu punya keistimewaan untuk memproduksi undang-undangnya sendiri. Namanya bukan undang-undang, tapi Qanun. Ini apa namanya kalo bukan sebuah kesempatan besar bagi kita untuk ‘merdeka’ menentukan sikap dalam mengembangkan industri pariwisata kita sendiri? Benar kan?
                Bikin aja semacam Qanun yang memerintahkan penggunaan plastik seminimal mungkin. Sekalian juga larang pembangunan fisik pariwisata yang merusak alam dan situs-situs bersejarah. Jangan lupa berdayakan komunitas lokal dengan mempekerjakan mereka dalam posisi-posisi strategis di daerah mereka sendiri serta kedepankan produk-produk lokal untuk dibeli oleh para pelancong. Mudah kan?
                Kalo ada kapal pesiar yang mau merapat ke Sabang, jangan beri izin untuk kapal-kapal yang tidak ada scrubber di kapalnya. Scrubber adalah sebuah mesin yang melenyapkan hampir semua sulfur dioxide yang merusak lingkungan laut yang keluar dari pembuangan kapal-kapal pesiar tersebut. Dengan begitu, kapal siar dari seluruh dunia dapat berlabuh ke Sabang tanpa meninggalkan jejak destruktif yang kita takutkan tadi. Pokoke, Jangan sampai terumbu karang di Sabang rusak oleh kapal-kapal pesiar ini seperti yang terjadi baru-baru ini di Raja Ampat. Ribet urusannya nanti.
                Dengan keistimewaan Qanun ini, Sabang harus punya kesadaran penuh bahwa yang memiliki kewenangan penuh untuk memberi kapal-kapal pesiar itu adalah kita sendiri. Akan lebih baik jika Sabang hanya memberi lampu hijau bagi kapal pesiar yang telah tersertifikasi sustainable saja. Sertifikat ini penting banget karena kita bisa tau kapal mana saja yang hanya menggunakan bahan makanan dari pemasok ikan yang tidak menggunakan ikan-ikan yang terancam punah. Ini adalah bentuk sempurna dari model pariwisata yang berkelanjutan.
                Untuk hotel, selain harus ramah terhadap muslim dan sesuai iklim syariat islam Aceh, Sabang juga perlu menekankan peraturan ramah lingkungan bagi hotel-hotel di Sabang. Misalkan pihak manajemen hotel harus memasang kepala shower yang aliran airnya tidak boros, penggunaan barang-barang yang bisa di recycle dan kebijakan-kebijakan lainnya yang pro lingkungan.
Untuk program tur, Sabang bisa menawarkan program conservation travel dalam setiap trip ke Sabang. Program ini menitikberatkan pada pelestarian habitat laut Sabang, sehingga setiap turis yang datang diberi kesadaran untuk memberi insentif lebih untuk perawatan lingkungan sekitar.
                Sabang juga bisa menjadi destinasi ekowisata dengan menawarkan destinasi wisata di dalam Hutan Lindung Gapang dan sekitarnya. Dengan keragaman hayati dan ekosistem yang besar, ekowisata juga bisa menarik minat para akademisi dan ahli biologi seluruh dunia. Wisata semacam ini juga dapat menarik minat ahli kupu-kupu atau yang lazim disebut sebagai lepidoperist karena keanekaragaman kupu-kupu yang cukup menarik di dalam hutan lindung ini.

Sail Sabang 2017
                Sustainable tourism dapat berfungsi dua arah. Ia dapat memberi kesadaran tentang perlunya melestarikan lingkungan sekitar bagi para wisatawan. Dilain pihak, ia juga dapat mengetuk hati pemerintah untuk lebih memperhatikan aspek kelangsungan makhluk hidup di alam liar dibandingkan perkembangan fisik dan profit semata.
                Dengan agenda Sail Sabang 2017 yang merupakan bagian dari serial Sail Indonesia yang sudah berlangsung sejak tahun 2001, maka ini adalah satu momen penting untuk membangun kesadaran bersama tentang pentingnya keberlangsungan Sabang sebagai destinasi wisata bahari internasional. Sebelum menentukan arah model pariwisata kita melalui Sail Sabang 2017 ini, mari bersama-sama kita bertanya dulu : Sabang mau sampai kapan?

MENJADI TUAN RUMAH di PASAR DIGITAL SENDIRI

Saya punya seorang kawan lama di SMP, Rido namanya. Dulu, Rido sama seperti saya : kurus, legam, pendek, pokoknya jika di tawarkan main film nominasi oscar 2017 “LION”, sudah tentu pasti Rido akan direkrut tanpa harus casting karena tampilannya yang membuat orang terenyuh dan rela mengantri tiket untuk menonton dia bermain peran menyedihkan. 10 tahun berlalu, kami sama-sama telah berubah : gemukan, kulit sedikit lebih eksotis dan tinggi. Namun yang membedakan setiap pertemuan Rido selalu terlambat dengan beralasan sibuk mengirimkan barang dagangannya berupa batu giok Aceh ke luar negeri.
“Kemana?”, tanya saya padanya. Filipina, Malaysia, Vietnam dan Thailand jawabnya. Saya bingung. Selama ini tidak pernah saya melihat Rido pernah keluar dari orbit nya : Banda Aceh – Sigli, bolak-balik antara ibukota dan desanya. Dengan senyum sumringah yang selalu menghiasi wajahnya akhir-akhir ini, telunjuknya mengarah pada Apple Mac nya yang baru. Saya kira dia hanya pamer saja, karena saya juga sudah lama memakai produk yang sama. Tapi ternyata yang dia pamerkan adalah kemampuannya memaksimalkan kekuatan internet untuk berdagang, dibandingkan saya yang selalu duduk di warung kopi Ulee Kareng hanya untuk bermain game online atau sibuk mengawasi hidup orang lain di sosial media.
#          #          #
Tidak dapat dipungkiri, konotasi ‘teknologi’ di benua Asia erat hubungannya dengan Jepang, Korea Selatan, Taiwan, China hingga India. Negara-negara ini telah berhasil menonjolkan diri di panggung dunia melalui inovasi di bidang perangkat keras hingga menghasilkan sosok-sosok seperti Sundar Pichai, Satya Nadella hingga Jack Ma. Namun, di sudut panggung itu, sebuah tirai perlahan tapi pasti mulai menyingkap pemain baru. Anak muda seperti Rido lah yang menurut riset Temasek bekerjasama dengan Google berkesimpulan bahwa Asia Tenggara merupakan masa depan internet dunia.


Merujuk pada penelitian tersebut, kawasan yang secara geografis mencakup 11 negara ini memiliki potensi ekonomi digital sebesar 200 milyar dolar Amerika. Angka ini merupakan potensi per tahun yang akan terus tumbuh dalam kurun 10 tahun mendatang. Daya ledak ekonomi digital ini ditopang oleh pertumbuhan kecepatan internet kawasan yang mencetak rekor sebagai yang tercepat di dunia. Ditambah lagi 260 juta pengguna internet aktif yang diprediksi akan menyentuh angka 480 juta pengguna aktif pada tahun 2020, menjadikan regional dengan penduduk 650 juta jiwa ini menjadi pasar digital terbesar ke-4 di dunia.
Alasan utama mengapa wilayah yang memiliki perhimpunan bernama ASEAN ini akan menjadi kekuatan ekonomi digital dunia sampai beberapa dekade mendatang adalah meroketnya pertumbuhan populasi anak muda berumur 40 tahun kebawah yaitu sebesar 70 persen. Populasi muda ini juga lahir dari masyarakat kelas menengah yang Produk Domestik Bruto nya diprediksi meningkat 5,3 persen dalam 10 tahun mendatang. Ternyata, disinilah tempat bermain Rido yakni di pasar digital Asia Tenggara yang akan menjadi masa depan internet dunia. Lalu pertanyaannya, dimana posisi Indonesia?
#          #          #
Pada tahun 2006, pengguna internet Indonesia hanya 10 juta saja. 10 tahun kemudian, merunut data statistik dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), angka ini meningkat tajam mencapai 132,7 juta pengguna internet aktif yang menyebabkan Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan pasar digital tercepat di dunia. Belum lagi ditambah konsumerisme kelas menengah Indonesia yang cenderung aktif memiliki perangkat teknologi, membuat 250 juta penduduk Indonesia yang terbesar di Asia Tenggara dan keempat terbesar di dunia, menjadi seksi di mata pelaku industri digital dunia. Bayangkan saja, dikutip dari GSMAintelligence.com, pengguna kartu SIM (Subscriber Identity Module) Indonesia mencapai 339,9 juta pengguna, melebihi populasi negara ini sendiri. Ini menandakan, setiap pengguna telepon genggam di Indonesia rata-rata memiliki lebih dari satu kartu SIM atau bahkan lebih dari satu telepon genggam.
x


Satu hal lain yang membuat pasar digital Indonesia menggairahkan adalah pasar e-dagang yang sangat besar. Pada tahun 2025, negara-negara di kawasan Asia Tenggara akan memiliki pasar digital lebih dari 5 miliar dolar Amerika. Namun khusus untuk Indonesia pasar e-digital diproyeksikan akan menyentuh angka 46 miliar dolar amerika, meliputi 52 persen dari seluruh pasar digital di Asia Tenggara.
Hal ini tidak mengejutkan lantaran saat ini saja data statistik Indonesia mencatatkan diri sebagai negara dengan pertumbuhan pembeli digital melalui telepon genggam terbesar di dunia dengan pertumbuhan sebesar 155 persen. Penyebabnya, selain karena pertumbuhan ekonomi kelas menengah, berbanding lurus dengan akses internet yang melesat juga karena perkembangan kota menengah ke bawah yang berpopulasi 500 ribu hingga 1 juta jiwa dimana masyarakatnya susah mendapatkan akses ke toko ritel terorganisir.
#          #          #
Rido adalah anak muda generasi milennial dengan segala tantangannya yang hidup di Aceh, daerah dengan tingkat pengangguran tertinggi di Indonesia. Namun, dengan akses internet yang semakin cepat dan pasar yang mendukung, sekat-sekat seperti batas daerah, negara dan kungkungan permasalahan ekonomi terbuka luas baginya. Inilah yang disebut dengan Revolusi Industri 4.0, dimana orang bisa mendapatkan kepuasan finansial dengan mudah tanpa dibatasi oleh entitas apapun.
Tidak hanya Rido yang mendapat keuntungan dari melejitnya pasar digital kita ini. Indonesia sendiri secara khusus dan Asia Tenggara secara umum juga berhutang budi bagi orang-orang seperti Rido yang memiliki pola pikir ekonomi baru ini. Ini dikarenakan aktivitas ekonomi baru ini telah menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kawasan, berperan melekaskan perkembangan ekonomi, meningkatkan produktivitas dari sebuah industri, mengolah pasar dan industri yang baru, serta menggapai pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan.
Namun, untuk dapat bersaing dan bertahan di era ini, Rido harus paham satu kata kunci yang selama ini luput dari keseriusan bangsa Indonesia : inovasi. Dikutip dari katadata.co.id, secara global kemampuan inovasi Indonesia berada di peringkat ke 32, masih selalu saja kalah dengan negara tetangga kita Malaysia.
Inovasi, adalah kata kunci yang harus di laksanakan oleh Rido dan siapa saja yang ingin bertahan di era ini, karena jika tidak maka kita akan terus menjadi konsumen dan buruh dari melejitnya pasar digital kita sendiri saat ini.

Ringkasan Kuliah Umum oleh Dr. Zakir Naik di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada 3 April 2017

 
   Selama ini anggapan dunia terhadap Islam adalah agama yang baru saja hadir 1400 tahun yang lalu dan nabi Muhammad sebagai pendirinya. Namun yang tak tersingkap adalah bahwa nabi Muhammad adalah pembawa risalah terakhir, penyempurna, penutup dan jalan terakhir untuk pengampunan dosa-dosa kita kepada Allah. Sementara agama Islam sudah ada sejak pertama kali manusia menapakkan kaki di muka bumi ini.
   Lalu islam apa yang hadir sebelum nabi Muhammad diangkat menjadi rasul? Yaitu islam yang terbatas hanya pada suku, bangsa dan daerah tertentu saja. Risalah yang dibawa oleh nabi Muhammad diperuntukkan untuk semua bangsa dan menjadi pedoman hingga zaman tak mengenal lagi waktu.
   Islam adalah agama yang damai. Islam sendiri dalam bahasa arab bermakna 'damai'. Nilai-nilai yang diajarkan serta pondasi ajarannya merupakan manifestasi dasar dari kata damai itu sendiri. Namun mengapa Islam diidentikkan dengan kekerasan bahkan masuk dalam agenda keamanan internasional? Itu dikarenakan ada pihak-pihak, individu-individu, bangsa-bangsa dan berbagai entitas lainnya yang menginginkan dunia tidak damai. Yang paling kentara dari entitas itu adalah : MEDIA. Pihak-pihak ini pula yang mendapatkan keuntungan materil dari ketidakdamaian yang hadir di berbagai belahan dunia.
   Apa yang terjadi pada Islam begitupula terjadi pada terma 'Jihad' yang sengaja disalahartikan oleh media. Yang kemudian berimplikasi pada masyarakat dunia yang ramai-ramai menggigil mendengar kata Jihad. Jihad bukan bermakna 'perang suci', melainkan bermakna 'berjuang', 'berusaha keras' serta 'bekerja keras'.
   Jihad sendiri tidak hanya dilakukan oleh muslim saja. Bahkan non muslim pun melakukan jihad. Sila dibaca firman Allah dalam Lukman ayat 15 :


وَإِنْ جٰهَدَاكَ عَلٰىٓ أَنْ تُشْرِكَ بِى مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا  ۖ  وَصَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوفًا  ۖ  وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَىَّ  ۚ  ثُمَّ إِلَىَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

"Dan jika keduanya memaksamu untuk menyekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beri tahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan."
(QS. Luqman: Ayat 15).


Serta firman Allah dalam Al Ankabut ayat 8 :

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسٰنَ بِوٰلِدَيْهِ حُسْنًا  ۖ  وَإِنْ جٰهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِى مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَآ  ۚ  إِلَىَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

"Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk menyekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau patuhi keduanya. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu, dan akan Aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan."
(QS. Al-'Ankabut: Ayat 8)


   Kata 'Jaahadaaka' bermakna Jihad yang dilakukan oleh non muslim. Maka arti jihad seyogyanya tidak lagi diartikan sebagai perang suci yang berkonotasi menyeramkan dan terror.

Umat Terbaik
   Umat Islam ada umat terbaik yang dipilih oleh Allah SWT. Pemeluk agama Islam adalah pemeluk yang paling tidak berafiliasi dengan minuman alkohol, yang menurut laporan The Center of Disease Contol and Prevention (CDC) Amerika Serikat membunuh 88 ribu orang setiap tahun sejak 2006 sampai 2010. Lebih banyak dibanding korban akibat teroris yaitu hanya 10,537 korban sejak dari Januari 1970 sampai Desember 2015. Muslim juga merupakan pemeluk agama yang paling banyak memberikan bantuan dan sedekah. Mengapa Muslim? Sekali lagi karena Islam adalah agama damai. Perilaku ini didorong oleh ajaran agama yang adiluhung.
   Lalu siapa yang dimaksud dengan teroris yang sebenarnya? Sebagai informasi, di tahun 1775 Masehi, pemerintah Inggris menyatakan George Washington --founding father nya Amerika Serikat-- sebagai teroris. Dikemudian hari, Washington menjadi presiden pertama Amerika Serikat dan namanya menjadi ibukota negara adidaya tersebut. Hal yang sama juga berlaku pada Nelson Mandela yang disebut sebagai teroris oleh pemerintah Apartheid di Afrika Selatan. Ia mendekam selama 27 tahun dalam penjara dan ketika keluar ia menjadi presiden kulit hitam pertama Afrika Selatan dan mendapatkan hadiah perdamaian Nobel di tahun 1993. Maka harus dipertanyakan bagaimana kata teroris sangat melekat pada komunitas Muslim dalam beberapa dekade belakang ini.
   Hal yang patut dipertanyakan pula adalah bagaimana ada orang yang mengatakan bahwa Islam disebarkan dengan pedang? Sementara menurut laporan tahunan Reader's Digest Almanac pemeluk agama Islam meningkat sebanyak 235 persen dari tahun 1934-191984. Kekuatan Islam mana diantara tahun itu yang cukup kuat menyebarkan Islam dengan paksa? Kekuatan mana yang menyebarkan Islam dengan pedang ke nusantara yang sekarang menjadi negara berpenduduk muslim terbesar dunia? Begitu juga dengan tanah Arab, tempat lahirnya agama Islam, yang saat ini memiliki lebih dari 80 juta pemeluk agama kristen koptik (kristen keturunan kuno).
   Lalu siapa yang layak disebut sebagai teroris yang sebenarnya? Dalam sebuah laporan, dikatakan bahwa Hillary Clinton dan Obama lah yang mendanai ISIS. Maka, terroris berkerah-putih yang sebenarnya adalah Amerika Serikat itu sendiri bersamaan dengan pemerintahan dunia barat yang membunuh jutaan masyarakat Irak dan Afghanistan.

(7) Darussalam to 'Darussalam' : Ustad Mizaj Iskandar

  Setiap pulang ke Aceh, selalu saja ada setangkup rindu yang membuncah dalam dada ini ingin pulang ke Jogja. Satu hal yang membuatku selalu rindu adalah atmosfir belajarnya yang sangat mendukung. Pustaka yang besar, toko buku murah dan yang paling dirindukan adalah majelis ilmu agama setiap sore. Khusus untuk majelis ilmu agama, rindunya semakin istimewa, lantaran setiap selesai pengajian, pihak masjid menyediakan makanan berbuka puasa atau snack biasa.  Hehe. Tidak jarang pula kami terpukau karena beberapa kali mendapatkan jatah makanan nasi kotak yang sangat mewah lauk pauknya. Nasi kotak itu di sponsori oleh pengusaha-pengusaha muslim yang dermawan.
   Hal ini belum berkembang di Banda Aceh dan detik-detik yang kebanyakan kuhabiskan disini yaitu di majelis warung kopi ketimbang di majelis ilmu, semakin membuatku ingin kembali ke Jogja.
   Namun rindu itu sedikit terobati sejak ayahku memperkenalkan suatu pengajian yang diampu oleh Ustad dr. Mizaj Iskandar, Lc. Sejak itu, aku tidak pernah absen mendengarkan pengajian rutin beliau setiap mingu pagi, senin malam, selasa malam, rabu malam, kamis malam dan jumat malam di berbagai tempat di Banda  Aceh. Ustad Mizaj memiliki pengetahuan yang luas tentang filsafat islam, tasawuf dan fikih. Tiga ilmu yang tidak pernah benar-bemar akur dalam sejarah umat islam.
   Shubuh hari ini, tanggal 15 januari 2017, saya seperti biasa menghadiri pengajian rutin yang diampu oleh ustad Mizaj Iskandar. Bakda shubuh setiap Ahad, ustad lulusan mesir ini memberi pencerahan kepada umat dengan tafsir Al-Munir. Yang seharusnya dikupas pagi ini adalah Al-Baqarah 97 dan seterusnya. Tapi, beliau justru mengupas lebih dalam Al-Baqarah 96 :


وَلَتَجِدَنَّهُمْ أَحْرَصَ النَّاسِ عَلَىٰ حَيَاةٍ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا ۚ يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ يُعَمَّرُ أَلْفَ سَنَةٍ وَمَا هُوَ بِمُزَحْزِحِهِ مِنَ الْعَذَابِ أَنْ يُعَمَّرَ ۗ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ

"dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, Padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya daripada siksa. Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan"

   Satu persatu bagian ayat di kupas oleh ustad Mizaj yang ternyata pernah satu kelas dengan abang saya di MIN 1 Banda Aceh dulu sekali. Seperti biasa, jika ada pelajaran yang menarik, saya akan mencatatnya di telepon pintar. Dalam pembahasan perbedaan umat islam dengan umat lainnya, ustad Mizaj menjelaskan bahwa dalam tradisi Islam, yang justru di rayakan adalah kewafatan seseorang, bukan kelahirannya. Jika merayakan hari lahir lazim populernya disebut ulang tahun atau maulid, maka merayakan kewafatan disebut dengan haul. Tradisi ini berlaku bagi tokoh, ulama, raja hingga masyarakat biasa. Namun tidak berlaku bagi nabi dan rasul karena mereka juga dianjurkan untuk merayakan kelahirannya.
   Mengapa demikian?
   Karena dalam tradisi Islam, merayakan kewafatan berarti merayakan berbagai keberhasilan yang pernah diraihnya di masa hidupnya. Tradisi ini begitu mengakar hingga-hingga Fakultas Kedokteran di Universitas Teheran alih-alih merayakan dies natalis seperti kebiasaan dunia akademik, mereka justru mengadakan haul memperingati wafatnya bapak dokter dunia yang merupakan seorang muslim yaitu Ibnu Sina.
   Penjelasan ini panjang lebar di paparkan oleh ustad Mizaj padahal hanya berangkat dari satu kata saja dalam ayat tersebut yaitu :
يُعَمَّرَ
yang artinya adalah usia, bukan umur. Apparently, umur dan usia berbeda arti dalam bahasa Arab. Tapi saya lupa penjelasan lebih detilnya. Menyesal baru datang kemudian, hehe.
Ustad Mizaj Iskandar


1000 dan Keimanan Kita
   Kemudian ustad Mizaj yang baru saja meraih gelar doktor nya baru-baru ini lagi-lagi menjelaskan panjang lebar ada apa dibalik sebuah kata dalam potongan ayat tersebut. Kali ini, potongan katanya adalah :
أَلْفَ
yang secara harfiah artinya adalah seribu.
   Begini penjelasannya yang sangat memukau membuat saya terinspirasi mengabadikan penjelasan tersebut dalam tulisan ini. Bahwa rentang pemahaman masyarakat Arab kuno saat itu terhadap angka hanya mencapai 1000 (baca : seribu) saja karena diatas angka tersebut, masyarakat Arab kuno tidak mengerti angka melebihi angka tersebut. Sebagai contoh, ustad Mizaj mengutip ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang umur nabi Nuh yang disebut dalam Al-Quran sebagai 1000 tahun 'illa'('illa' artinya kecuali) 50 tahun. Logika simpel dari ayat tersebut adalah umur nabi Nuh berjumlah 950 tahun. Lalu mengapa tidak langsung mengatakan 950 tahun? Itulah bagaimana Allah menyampaikan informasi kepada masyarakat Arab kuno dengan tingkat pemahaman mereka dan tradisi yang lebih dekat dengan mereka.
   Perlu diingat bahwa satuan nol (0) baru ditemukan dan dirumuskan pada abad kedua Hijriyah. Baru setelah itulah, perlahan-lahan pemahaman rentang angka semakin membesar dan lalu peradaban manusia merangkak hingga maju seperti yang kita rasakan saat ini. Nol (0) ternyata memiliki kekuatan yang sangat besar terhadap perkembangan pengetahuan manusia. Oleh karena nalar masyarakat Arab kuno hanya mencapai angka 1000 saja, maka dalam Al-Quran, pada umumnya Allah berbicara kepada masyarakat Arab kuno dengan menggunakan angka 1000 (seribu), lebih mendalam ustad Mizaj mengatakan, untuk mengatakan 'tak terhingga' dalam bahasa manusia modern saat ini.
   Majelis ilmu semakin menarik ketika seorang jamaah melontarkan beberapa pertanyaan kritis. Diantarnya adalah bahwa ada ayat yang menyebutkan angka 5000 (baca: lima ribu). Bagaimana penjelasannya ini?
  Dengan tenang tanpa berpikir berusaha mencari jawaban, ustad Mizaj ternyata telah memiliki jawabannya sendiri. Al-Quran itu abadi, merupakan mukjizat yang tidak hanya diperuntukkan untuk masyarakat saat diturunkan saja, melainkan juga diperuntukkan kepada masyarakat akhir zaman. Oleh karena itulah pengetahuan-pengetahuan yang diluar nalar saat itu pun sering disampaikan melalui Al-Qur'an. Pun begitu, umat Muslim saat itu tetap beriman walau mereka juga tidak mengerti apa yang disampaikan dalam Al-Qur'an.
   Setelah penjelasan tersebut, diskusi kembali berjalan. Lelaki yang sama yang tadi melontarkan pertanyaan kritis kali ini sekali lagi mempertanyakan mengapa nabi Muhammad disebut sebagai seorang nabi yang 'ummi' yang artinya beliau tidak bisa membaca dan menulis.
   Penjelasan dari pertanyaan ini sekali lagi memukau, betapa tidak rugi saya datang pagi-pagi sekali berangkat dari Lambhuk ke masjid Jami' UNSYIAH Darussalam ini untuk mengemis ilmu dari ustad Mizaj Iskandar, my new hero!
   Dari sekian banyak masyarakat Mekkah saat itu, ustad Mizaj memaparkan, hanya 12 orang yang tidak bisa membaca-menulis. Ya, hanya 12. Itu artinya tingkat buta aksara di masa itu lebih rendah daripada masyarakat manapun di masa sekarang di kota manapun di dunia? Benar. Tapi dalam masyarakat Arab kuno, orang yang bisa membaca-menulis justru dianggap sebagai orang bodoh. Mengejutkan sekali memang. Orang yang bisa membaca-menulis dianggap bodoh karena ingatannya tidak kuat sehingga harus mencatat dan membaca ulang informasi yang diberikan atau yang diproduksi oleh dirinya sendiri. Nah, dari 12 orang itu, salahsatunya adalah nabi Muhammad SAW yang berarti bahwa Rasulullah adalah salahsatu jenius saat itu. Namun dari 12 orang itu, bahkan dari seluruh makhluk lintas waktu, lintas zaman, lintas alam, nabi Muhammad adalah manusia tercerdas karena dikaruniai oleh Allah tingkat pemahaman yang sangat luar biasa. Sang Rahmatan lil 'Alamin bisa memahami alam semesta beserta isinya dan hukum-hukum yang berlaku didalamnya.
   Jika masyarakat Arab kuno saat itu hanya paham rentangan angka dibawah 1000 saja, maka Rasulullah paham rentangan angka jauh diatas itu hingga tak berhingga. Pun begitu, Rasullullah tetap berbicara, berinteraksi dan menyampaikan sesuai dengan tingkat nalar masyarakat saat itu.
   Salah satu yang membuat cinta dan rindu kita terhadap Rasulullah semakin membuncah adalah kisah bagaimana beliau shallallahu 'alaihi wassalam suatu hari bertanya pada seorang wanita usia lanjut dengan pertanyaan dimakah Allah? Saat itu beliau sedang berjalan bersama Ali bin Abi Thalib dan seorang sahabat lainnya. Mereka dikenal sebagai sahabat yang cerdas yang rentangan pemahaman angkanya lebih dari 1000. Nenek itu kemudian menunjuk keatas, yaitu kearah langit. Ali bin Abi Thalib kemudian tersinggung serta hendak meninju nenek tersebut, begitu papar ustad Mizaj Iskandar. Namun Rasulullah mencegah Ali dan justru tersenyum kepada nenek tersebut walaupun jawabannya salah karena Allah bukan bersemayam diatas, atau diatas langit, karena itu memiliki makna bias dan relatif.
   Begitulah cara Rasulullah berkomunikasi kepada umatnya. Betapa mengharukan mengingat beliau adalah orang tercerdas di zamannya bahkan di zaman manapun, tapi tidak sedikitpun beliau sombong ingin menunjukkan pengetahuannya yang sangat melimpah.
   Mari menelusuri warisan-warisan hebat lainnya dari Rasulullah dan agama Islam melalui keindahan bahasa Al-Qur'an. Khususan untuk anak-anak muda Aceh, mari ramaikan pengajian ustad Mizaj Iskandar dan serap ilmu sebanyak-banyaknya dari beliau.
   Berikut saya lampirkan jadwal kajian beliau yang saya dapatkan dari tautan http://masjidlovers.blogspot.co.id/2015/10/jadwal-pengajian-ustadz-mizaj-iskandar.html 

NO
PENGAJIAN
HARI
WAKTU
LOKASI
1
Kajian Islam
Minggu
Ba’da Shubuh
Masjid Jami’ Kopelma Darussalam
2
Kajian Islam
Senin
Ba’da Maghrib
Masjid Al-Hasyimiah Lamnyong
3
Kajian Islam
Selasa
Ba’da Isya
Balai Pengajian Kompleks Meusara Agung
4
Kajia Fiqh
Rabu
Ba’da Maghrib
Masjid Baiturrahim Ulee Kareng
5
Kajian Kitab Bidayah wa Nihayah
Kamis
Ba’da Maghrib
Masjid Agung Al-Makmur
6
Kajian Tauhid Al-Ihya Ulumuddin
Jum’at
Ba’da Maghrib
Masjid An-Nur Ie Masen Kaye Adang
7
Kajian Tafsir Al Munir
Sabtu
Ba’da Maghrib
Masjid Al Badar Lampineung (Di seberang kantor Gubernur Aceh. Di seberang islamic center baru)