Aceh,
Tau gak guys di tahun 2000 yang lampau, cuma ada 674 juta wisatawan di seluruh dunia. Bayangin nih, tahun 2015 angka ini naik jadi 1,2 miliarrrrrr. Figur ini akan terus naik menjadi 1,8 miliar jiwa pada 2030 nanti. Sekarang aja nih ya, satu dari tujuh orang di dunia adalah pelancong internasional.
SABANG MAU SAMPAI KAPAN?
Tau gak guys di tahun 2000 yang lampau, cuma ada 674 juta wisatawan di seluruh dunia. Bayangin nih, tahun 2015 angka ini naik jadi 1,2 miliarrrrrr. Figur ini akan terus naik menjadi 1,8 miliar jiwa pada 2030 nanti. Sekarang aja nih ya, satu dari tujuh orang di dunia adalah pelancong internasional.
Untuk Sabang yang
dikenal eksotis nan gemulai, ini merupakan
angka cantik yang dinanti-nantikan kedatangannya. Pasti banyak deh yang mau ke Sabang, apalagi setelah enam
negara membentuk Coral Triangle Initiatives (CTI) atau lebih dikenal dengan
nama Kawasan Segitiga Terumbu Karang Dunia. CTI sendiri katanya, punya potensi
keuntungan sebesar 58 miliar dolar Amerika dengan 5,3 juta pekerjaan terpenuhi.
Wowww! Angka ini diperkirakan akan
meningkat tajam dalam 10 tahun mendatang.
Masalahnya,
pariwisata ibarat dua sisi mata pisau. Di satu sisi ia memberikan pemasukan
yang gede buanget untuk negara dan
daerah. Di sisi lain, pariwisata mengancam nilai-nilai kultur serta ekosistem
setempat. Nah, oleh karena itu Sabang
harus punya visi yang jelas untuk menjadi destinasi wisata bahari internasional
tapi berkelanjutan hingga 100 tahun mendatang.
Pariwisata Bahari Berkelanjutan
Pariwisata
gak selalu ninggalin bekas yang destruktif kok.
Sustainable tourism (pariwisata
berkelanjutan) contohnya, adalah salah satu model pariwisata yang ngajakin turis turut andil terlibat
dalam konservasi lingkungan. Misalkan ya,
turis diajak untuk ikut terlibat dalam penanaman 1000 pohon. Bule-bule itu juga bisa diajak untuk
terlibat dalam pelepasan kura-kura dan penyu ke pantai. Inilah sustainable tourism yang dibutuhkan
Sabang saat ini.
Memang banyak sih yang skeptis dengan model pariwisata
seperti ini. Itu karena model kayak gini
butuh dana yang gak sedikit, perlu usaha
besar dan melalui proses yang panjang. Tapi ya gak juga sih. Awareness terhadap gerakan pariwisata
yang ramah lingkungan seperti ini semakin tenar dikalangan para pelancong
internasional. Mereka gak segan
merogoh kocek dalam-dalam asalkan
tetap bisa menikmati perjalanan kelas wahid tanpa menyakiti bumi. Hal ini
diperkuat dengan keputusan PBB yang memprioritaskan pola konservasi dalam aktivitas
pariwisata dunia di tahun 2017. So,
jangan takut deh memperkenalkan
Sabang sebagai destinasi wisata bahari dunia yang ramah lingkungan.
Mungkin
banyak yang gak tau ya, kalo Aceh itu punya keistimewaan untuk
memproduksi undang-undangnya sendiri. Namanya bukan undang-undang, tapi Qanun. Ini
apa namanya kalo bukan sebuah
kesempatan besar bagi kita untuk ‘merdeka’ menentukan sikap dalam mengembangkan
industri pariwisata kita sendiri? Benar kan?
Bikin aja semacam Qanun yang memerintahkan
penggunaan plastik seminimal mungkin. Sekalian juga larang pembangunan fisik
pariwisata yang merusak alam dan situs-situs bersejarah. Jangan lupa berdayakan
komunitas lokal dengan mempekerjakan mereka dalam posisi-posisi strategis di
daerah mereka sendiri serta kedepankan produk-produk lokal untuk dibeli oleh
para pelancong. Mudah kan?
Kalo ada kapal pesiar yang mau merapat
ke Sabang, jangan beri izin untuk kapal-kapal yang tidak ada scrubber di kapalnya. Scrubber adalah sebuah mesin yang melenyapkan
hampir semua sulfur dioxide yang merusak
lingkungan laut yang keluar dari pembuangan kapal-kapal pesiar tersebut. Dengan
begitu, kapal siar dari seluruh dunia dapat berlabuh ke Sabang tanpa meninggalkan
jejak destruktif yang kita takutkan tadi. Pokoke,
Jangan sampai terumbu karang di Sabang rusak oleh kapal-kapal pesiar ini seperti
yang terjadi baru-baru ini di Raja Ampat. Ribet
urusannya nanti.
Dengan
keistimewaan Qanun ini, Sabang harus punya kesadaran penuh bahwa yang memiliki kewenangan
penuh untuk memberi kapal-kapal pesiar itu adalah kita sendiri. Akan lebih baik
jika Sabang hanya memberi lampu hijau bagi kapal pesiar yang telah
tersertifikasi sustainable saja.
Sertifikat ini penting banget karena kita
bisa tau kapal mana saja yang hanya menggunakan
bahan makanan dari pemasok ikan yang tidak menggunakan ikan-ikan yang terancam
punah. Ini adalah bentuk sempurna dari model pariwisata yang berkelanjutan.
Untuk
hotel, selain harus ramah terhadap muslim dan sesuai iklim syariat islam Aceh,
Sabang juga perlu menekankan peraturan ramah lingkungan bagi hotel-hotel di
Sabang. Misalkan pihak manajemen hotel harus memasang kepala shower yang aliran airnya tidak boros,
penggunaan barang-barang yang bisa di recycle
dan kebijakan-kebijakan lainnya yang pro lingkungan.
Untuk program
tur, Sabang bisa menawarkan program conservation
travel dalam setiap trip ke
Sabang. Program ini menitikberatkan pada pelestarian habitat laut Sabang,
sehingga setiap turis yang datang diberi kesadaran untuk memberi insentif lebih
untuk perawatan lingkungan sekitar.
Sabang
juga bisa menjadi destinasi ekowisata dengan menawarkan destinasi wisata di
dalam Hutan Lindung Gapang dan sekitarnya. Dengan keragaman hayati dan
ekosistem yang besar, ekowisata juga
bisa menarik minat para akademisi dan ahli biologi seluruh dunia. Wisata
semacam ini juga dapat menarik minat ahli kupu-kupu atau yang lazim disebut
sebagai lepidoperist karena keanekaragaman
kupu-kupu yang cukup menarik di dalam hutan lindung ini.
Sail Sabang 2017
Sustainable tourism dapat berfungsi dua
arah. Ia dapat memberi kesadaran tentang perlunya melestarikan lingkungan
sekitar bagi para wisatawan. Dilain pihak, ia juga dapat mengetuk hati
pemerintah untuk lebih memperhatikan aspek kelangsungan makhluk hidup di alam
liar dibandingkan perkembangan fisik dan profit semata.
Dengan
agenda Sail Sabang 2017 yang
merupakan bagian dari serial Sail
Indonesia yang sudah berlangsung sejak tahun 2001, maka ini adalah satu
momen penting untuk membangun kesadaran bersama tentang pentingnya
keberlangsungan Sabang sebagai destinasi wisata bahari internasional. Sebelum menentukan
arah model pariwisata kita melalui Sail Sabang 2017 ini, mari bersama-sama kita
bertanya dulu : Sabang mau sampai kapan?
0 comments: