Beastudi Indonesia Preparatory School Batch 4,
(Week 2) Beastudi Indonesia Preparatory School Batch 4 : Critical Thinking
“Jangan
menganggap semua orang sebagai teman, sebelum mencoba tiga sifat ini kepadanya;
pertama, lihatlah ketika dia marah apakah berpaling dari kebenaran kepada
kebatilan. Kedua, terkait dirham dan dinar (harta). Ketiga, saat bepergian
dengannya”
Setelah
lelah belajar selama satu minggu penuh, kami memutuskan untuk jalan-jalan.
Sebenarnya, jadwal hari minggu pertama adalah sesi khusus yang akan diisi oleh
petinggi LPDP. Unfortunately, LPDP mendadak mengatakan tidak bisa karena
satu dan dua hal. Sampai program BIPS batch 4 ini berakhir nantinya, LPDP tetap
tidak memberi jawaban yang pasti siapa orang terbaik dari LPDP dan kapan beliau
bisa membersamai kami. Pihak Dompet Dhuafa memang sudah mewanti-wanti kepada
LPDP siapa jajaran pentingnya yang bisa datang. Dompet Dhuafa tidak mau orang
yang biasa yang datangm karena itu sama saja dengan seminar-seminar roadshow
yang selama ini diadakan oleh LPDP. Disini, Dompet Dhuafa ingin sesuatu
yang berbeda. Anyway, kami memutuskan untuk jalan-jalan ke Botani Square,
mall-nya Institut Pertanian Bogor, yang terletak di pusat kota. Awalnya,
aku ragu ikut karena sudah ernah kesana setahun yang lalu ketika nonton film
“Cokroaminoto, Guru Bangsa” bersama dengan teman-teman School for Nation
Leader, salah satu program Dompet Dhuafa juga. Tapi akhirnya aku setuju untuk
ikut bersama dengan teman-teman yang beberapa juga pada awalnya tidak mau ikut.
Keputusan
yang kami ambil pada akhirnya tidak sia-sia karena kami menciptakan banyak
sekali momen-momen indah yang tak terlupakan. Awalnya, kami hanya pergi ke
Botani Square untuk makan-makan di Food Court – nya. Benar-benar kegiatan yang
tidak berguna sama sekali. Tapi kemudian kami memutuskan untuk pergi ke rumah
Herma, penanggungjawab program BIPS batch 4 ini yang sudah kami anggap seperti
adik sendiri. Kami ketawa-ketiwi sepanjang perjalanan di angkot, salah naik
bus, hujan-hujanan dan memori-memori yang tak terlupakan lainnya. Setiap detik
kesenangan dan kesusahan yang kami lalui, tidak ada seorangpun yang marah
bahkan mengeluh saja. Disinilah aku merasa bahwa teman-teman yang baru saja aku
temui seminggu yang lalu ini adalah teman-teman terbaik di lingkungan asalnya.
Setidaknya, dalam perjalanan ini kami bisa lebih akrab, mengetahui lebih dalam
karakter-karakter setiap orang dan melepas topeng kecanggungan yang masih ada
diantara kami. Ini penting, karena proses belajar bersama tidak akan berjalan
efektif jika masih malu-malu dan ada dinding tidak terlihat di antara kami.
Agenda
acara di akhir pekan ini kami habisi dengan outbond di Kebun Raya Bogor.
Lumayan, dapat baju dan slayer baru, serta bisa akhirnya menikmati keindahan Kebun
Raya Bogor walaupun hanya di bagian kecilnya saja. Disini kami semakin akrab
dan tentu saja semakin happy. Walaupun outbond diadakan dari pagi sampai
siang tanpa henti, kami tidak merasa capek.
Metode Belajar
Poin pertama
yang diajarkan oleh tim The Brighton Indonesia (TBI) kepada kami dalam
menguasai IELTS adalah Critical thinking. Berpikir kritis. Ini dikarenakan
soal-soal yang di tanyakan dalam tes IELTS adalah soal-soal nalar. Berbeda
dengan soal yang selama ini kupelajari di TOEFL, yaitu structure, grammar
dan serangkaian rules lainnya. Misalkan saja dalam Writing dan Speaking,
yang dinilai tidak hanya aturan baku grammar dan spelling serta pronunciation
nya saja, melainkan juga coherent dan cohesion nya. Jika kita
tidak mampu menangkap pertanyaannya serta tidak mempunyai wawasan luas yang
berbeda dengan ide orang lain, maka susah untuk memberikan jawaban. Oleh karena
itulah, critical thinking merupakan hal pertama yang harus dibiasakan
kepada murid.
Salah
satu hal yang sangat kukagumi dari teman-teman anggota BIPS Batch 4 ini adalah
keunikan masing-masing yang dimiliki. Aku banyak belajar dari mereka terutama
dari cara mereka meningkatkan kemampuan bahasa inggris dalam waktu lima minggu tersebut.
Masing-masing memfokuskan diri pada titik lemahnya sendiri diantara empat bagian
tes IELTS, yaitu Listening, Reading, Writing dan Speaking. Ada yang rajin
mengunjungi The Jakarta Post untuk meningkatkan kemampuan reading nya,
ada yang menulis secara terperinci rangkuman buku pegangan kami yaitu Focus
on IELTS, ada yang kemana-mana nampaknya kerjaannya cuma dengerin musik
dari smartphone padahal sedang mendengar materi BBC atau materi listening
lainnya, ada yang masih belajar setelah kelas berakhir pada jam 10 malam,
ada pula yang bangun satu jam sebelum jadwal shalat Shubuh untuk listening,
bahkan ada yang sudah punya band score IELTS 6 padahal baru belajar bahasa
inggris enam bulan yang lalu. Memang benar apa yang dikatakan bahwa orang-orang
hebat itu, melakukan hal-hal yang unik dan berbeda.
Aku sendiri menyadari Speaking adalah titik
lemahku. Sudah sejak SMP aku mengalaminya ditambah pengalaman buruk di SMA
ketika tidak bisa menjawab pertanyaan seorang panelis dalam acara seleksi English
Ambassador yang disiarkan oleh TVRI nasional. Alhamdulillah, berkat rahmat
Allah, aku dipertemukan dengan jalan keluarnya. Beberapa teman yang sangat baik
membuat inisiatif untuk practice speaking test setelah shalat shubuh.
Demi mendengar ide itu, aku langsung setuju dan menjadi anggota yang paling
rajin datang.
0 comments: