School for Nation Leader
(3) School for Nation Leader : Diagram Venn bernama SNL
Ada satu kebiasaan
yang tidak bisa tidak dihindarkan selama dalam acara penggemblengan ini. Ada 50
orang yang ikut dalam pelatihan ini dan hampir mustahil mampu mengingat nama
setiap peserta hanya dalam waktu satu malam saja. Maka, jangan heran jika ada
orang yang sudah berkenalan lalu melakukan ritual itu beberapa kali lagi selama
acara. Baru setelah beberapa kali itulah semua nama peserta akan bisa diingat.
Aku pun demikian, jika sudah lupa, maka berusaha sebisa mungkin untuk tidak
canggung bersalaman dan bertanya lagi siapa namanya, nama panggilannya, berasal
dari mana dan informasi unik lain yang melekat padanya.
Jika
anda pembaca merasa bosan dengan kehidupan sekitar anda yang di kelilingi oleh
orang-orang dan rutinitas yang malas tak bersemangat, maka ya, SNL ini adalah
tempat yang cocok buat anda merasakan atmosfir yang berbeda. Aku sendiri baru
sadar ketika aku bangun di pagi hari ternyata aku benar-benar sedang berada di
tengah para aktifis dari seluruh Indonesia. Nama aktifis yang tersemat di dada
mereka bukan hanya kebetulan, karena di hari kedua ini, tanpa harus diingatkan
seperti anak kecil lagi, mereka bangun shalat shubuh, mandi, olahraga,
berangkat ke aula utama dengan tepat waktu. Artinya, mereka sudah mengerti arti
dari disiplin itu sendiri. Beda dengan beberapa organisasi dan komunitas yang
aku ikuti selama ini. Lamat-lamat aku mengingat, sebenarnya ini adalah
salahsatu yang selama ini aku rindukan sejak aku masih di Aceh dulu : berada
bersama dan bekerjsama dengan orang-orang profesional yang menghargai waktu.
Aku sangat
bersyukur dapat mengikuti acara ini dan dikelilingi oleh orang-orang hebat
seperti mereka. Sama seperti diagram Venn, mahasiswa-mahasiswi hebat ini ibarat
lingkaran-lingkaran berwarna yang berkumpul dalam satu pertemuan (intersection) bernama School for Nation
Leader 1.
Celakanya,
semalam, ketika pembagian kelompok, lingkaran paling kecil dalam diagram Venn itu
terpilih untuk menjadi salahsatu dari lima ‘kage’ alias ketua kelompok.
Hoegeng, nama kelompok itu, yang diusulkan oleh Syakir Daulay, mahasiswa dari Universitas
Syiah Kuala Banda Aceh. Sesuai dengan nama dari pelatihan ini : School for Nation
Leader, maka menolak menjadi pemimpin dalam rangkaian acara ini sama juga seperti
menciderai memukul habis-habisan nama itu sendiri bukan.
COKROAMINOTO
Kabar gembiranya,
malamnya kami akan nonton film ke bioskop bersama-sama. Ini juga kabar gembira
bagi beberapa orang yang tertangkap basah tidak pernah ke bioskop sama sekali
sebelumnya dan pengalaman pertama masuk bioskop ini apalagi dengan tiket gratis
adalah sesuatu yang patut dirayakan dengan teriakan histeris beberapa peserta akhwat ketika menerima kabar tersebut. Bioskop
tersebut katanya terletak di Botani Square, sebuah mall di kota bogor. Jadi sorenya,
setelah shalat ashar kami berangkat bersama-sama ke lokasi menggunakan bis yang
disewa panitia. Di dalam bis, layaknya mahasiswa pada umumnya, teman-teman
semakin rajin merajut tali persahabatan dengan berfoto riang dan bercanda bersama.
Bis yang kecil dan panas ini tak terasa menyusahkan kami sedikitpun karena ada
payung keteduhan bernama kebersamaan dan canda tawa yang membuat kami merasa
adem-adem saja di dalam bis ini.
Kami makan snack bersama-sama dan makan nasi lagi
sesampai di lokasi agar setelah maghrib kami bisa langsung masuk theater. Panitia sengaja mengambil
jadwal tayang setelah maghrib karena film ini panjang beud. Durasinya hampir mencapai 3 jam. Masih kurang panjang
menurutku, untuk sebuah film tokoh besar sekaliber beliau. Film ini boleh jadi
wajib di tonton oleh mahasiswa dan pemuda apalagi mereka yang mengaku berasal
dari dalam ruh pergerakan. Pun begitu, aku juga tidak terlalu mengerti mengapa
sutradara sekelas Garin Nugroho dan produser ternama Chrisitne Hakim
berani-beraninya menempatkan film mereka satu slot penayangannya berbarengan
dengan film franchise blockbuster Fast
Furious 7. Ini sama saja dengan bunuh diri sehingga jelas saja film yang sangat
penting ini sepi peminat. Bagi yang belum nonton, ayo ditonton ya.
Mengapa film ini
penting? Karena film berjudul Guru Bangsa : Tjokroaminoto ini adalah film yang
menjelaskan kunci sejarah bagaimana isme-isme
besar di indonesia lahir dari seorang Cokroaminoto melalui penggemblengan
di rumahnya yang dijadikan kontrakan. Dan dari laporan yang beredar, film ini
sepi peminat kalah pamor dari aksi Vin Diesel melawan Jason Statham ditambah
dengan nostalgia bersama Paul Walker yang saat ini entah bagaimana dia mampu menjawab
malaikat atas pertanyaan : 'man
nabiyyuka?'.
Back to us, untuk
menambah keseriusan kami menonton film tersebut, panitia melalui pak Eibisono
memberi tugas untuk membuat resume film
tersebut dengan ancaman tulisan ini akan menjadi prasyarat untuk bisa mengikuti
kelas esok paginya. Dasar seorang aktifis, ya angguk-angguk saja deh. Untuk panitia, dalam hati kami
berkata : hanya satu lembar resume dengan waktu terbatas bukan satu dua kali kami
lakoni pak. ^__^
Namun yang
terpenting adalah akhirnya kami tahu siapa guru nya Soekarnoe si tokoh
nasionalis pertama Indonesia ini. Bapak Cokroaminoto ini memang kurang terkenal
namanya dalam buku-buku sejarah negeri kita. Tapi banyak yang tidak tahu ternyata
bapak Cokroaminoto ini yang dalam film tersebut diperankan oleh Reza Rahardian
itu, adalah juga guru dari para tokoh-tokoh pergerakan lainnya dalam sejarah Indonesia.
Bagi yang ketika di sekolah dasar dulu nilai sejarahnya tinggi pasti ingat atau
pernah membaca sekilas nama-nama semacam Semaoen, Kartosoewiryo dan Agus salim.
Konco-konco ini adalah anak murid
daripada pak Cokroaminoto. Lebih tepatnya jika dikatakan beliau adalah bapak
kos mereka karena Mereka hidup bersama dalam satu ruangan besar, saling
bertukar pikiran, dan tidur satu bantal bersama sepert sahabat di rumah sang
guru bangsa yang salahsatu kamarnya disewakan bagi Mereka.
Nama-nama diatas
kemudian mewarnai sejarah perpolitikan indonesia. Semaoen adalah tokoh Sarekat Islam
Merah yang ia pecah dari organisasi Sarekat Islam, pimpinan sang guru bangsa
sendiri. Sarekat Islam Merah ini kemudian ber metamorfosis menjadi Partai Komunis
Indonesia (PKI). Konon, ideologi Semaoen
ini terbentuk setelah ia membaca buku karangan pak Cokroaminoto yang berjudul Islam
dan Sosialisme.
Kemudian ada Kartosoewiryoe.
Pasca kemerdekaan indonesia, beliau merupakan pendiri Negara Islam Indonesia (NII)
yang kemudian dianggap sebagai organisasi pemerintahan tandingan (baca :
pemberontak). Kartosoewiryoe kemudian di jatuhi hukuman mati oleh presiden
pertama Indonesia yaitu Soekarnoe yang notabene adalah teman satu bantal tidurnya
dulu. Oh iya, jika dua temannya cenderung pada ideologi Sosialisme dan Islamisme,
maka Soekarnoe pada awal-awal cenderung pada ideologi Nasionalisme walau pada
akhirnya nanti bung Karno berusaha untuk menggabungkannya dalam satu ideologi
yang ia beri nama sendiri menjadi NASAKOM (Nasionalis, Agama, Komunis).
Kabarnya, Soekarnoe saat itu menghabiskan waktu yang sangat lama untuk
menandatangani surat keputusan hukuman mati terhadap sahabatnya sendiri.
Sejenak aku berpikir, jika tidak berkaca pada sejarah, maka para peserta SNL 1
2015 ini pun bisa jadi nanti akan mengalami nasib yang sama : saling lempar
senyum di dalam paviliun di tahun 2015 ini tapi nanti akan saling lempar granat
di tahun 2045. Na’udzubillah.
Dari ketiga tokoh
diatas, bisa kita simpulkan pada awalnya Mereka masing-masing seperti sebuah lingkaran
kecil kosong dalam diagram Venn sama seperti penjelasan diatas tadi, Mereka bertemu
dalam satu irisan dan lambat laun lingkaran-lingkaran itu membesar dengan corak
warnanya sendiri. Namun walau Mereka berguru pada satu orang yang sama, bergurau
canda dibawah satu atap yang sama dan Mereka adalah sahabat satu sama lainnya, pada
akhirnya Mereka harus terlerai dan bahkan saling berbenturan.
Sekilas SNL 1 ini
juga merupakan sebuah upaya meniru apa yang telah dilakukan oleh pak Cokroaminoto
dahulu kala. Apalagi, salahsatu bagian lirik dari hymne Negarawan Muda Indonesia
menggubah petikan dari kalimat pamungkas dari sang guru bangsa :
Setinggi-tinggi
ilmu,
Semurni keyakinan,
Seluas cita-cita,
Sebaik-baik
strategi
Namun bedanya, irisan dalam semesta ini lebih
banyak yang diwakili oleh 50 lingkaran dari seluruh Indonesia. Kemudian Kami
hidup di dalam paviliun-paviliun nyaman, mendapat fasilitas makan yang enak,
sibuk berfoto groufie,
terkantuk-kantuk menunggu coffe break
kesayangan dan hanya memiliki waktu satu minggu saja untuk bertatap muka satu
sama lain. Tapi dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi sekarang,
apa yang dikatakan Soekarnoe dengan 10 orang pemuda mampu mengguncangkan dunia bukan
suatu hal yang mustahil lagi saat ini. Tapi ya itu, asalkan generasi muda saat
ini tidak disibukkan menjadi buruh pendidikan, korban teknologi, hamba
hedonisme dan alpa melihat dinamika sosial disekitarnya.
Pak Cokroaminoto dulu pernah menerbangkan pesawat kebangsaan
yang berpenumpang orang-orang hebat pada zamannya. Namun karena satu dan lain
hal, pesawat itu oleng dan menabrak gunung walau pada akhirnya Indonesia tetap
berdiri sebagai satu negara. Kini Dompet Dhuafa --- yang di akhir sesi nanti
Aku baru tahu bahwa lembaga ini dilahirkan oleh Republika, Republika dilahirkan
oleh ICMI, ICMI dilahirkan oleh Habibie atas dukungan Soeharto dan kedua nama
tersebut sudah pasti memiliki hubungan yang erat dengan Soekarnoe yang berguru
pada perintis pertama pesawat peradaban bernama Indonesia ini --- melalui
program School for Nation Leader 1 berusaha menerbangkan kembali pesawat
kebangsaan itu dan berharap pesawat ini mendarat di landasan pacu Indonesia
Emas pada tahun 2045 (Tepat 100 tahun kemerdekaan Indonesia). Namun yang musti
diingat adalah, jika Kita tidak mempelajari blackbox
pesawat kebangsaan Cokroaminoto, maka tanpa ragu Saya mengatakan : Prepare for Impact!!!
Seperti Diagram Venn, Kita bisa jadi adalah lingkaran
yang berbeda-beda warna dan ukurannya, namun hingga akhir hayat, keraskan usaha
untuk tetap berada dalam irisan (Intersection)
walau apapun kondisinya. Dan semoga tulisan yang ditulis oleh lingkaran
terkecil dalam Diagram Venn ini bisa menjadi pengingat bahwa ada badai besar dihadapan
Kita : Bersatu dalam pesawat yang sama akan selamat, membuka pintu karena takut
sama artinya dengan bunuh diri.
0 comments: